PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOMETRI MELALUI PEMBELAJARAN
PEMECAHAN MASALAH *)
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Pendidikan di selenggarakan FKIP Unsri,
tanggal 8 Mei 2010 di Palembang.
Oleh
Buang Saryantono**)
Abstrak;
Penelitian bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar geometri dimensi tiga. Geometri merupakan salah satu
aspek mata pelajaran matematika yang perlu dikaji dan dipelajari secara
mendalam karena geometri digunakan oleh hampir setiap orang dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk memenuhi tujuan tersebut KTSP menuntut guru untuk menciptakan kelas yang menyenangkan dalam
suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif. Pembelajaran yang
menciptakan prilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman salah satu
diantaranya adalah pembelajaran pemecahan masalah, karena
pembelajaran pemecahan masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk
belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Oleh sebab
penelitian ini akan mencoba melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran
dengan melakukan penelitian tindakan kelas.
Kata Kunci:
Hasil belajar, pembelajaran pemecahan masalah
A.
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Masalah
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL)
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa mata pelajaran matematika
perlu diberikan kepada semua peserta didik dari sekolah dasar untuk membekali
peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, kritis, dan
kreatif, serta kemampuan bekerjasama.
Kompetensi ini diberikan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh,
mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang
selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sedangkan standar kompetensi
kelulusan pada satuan pendidikan
menengah umum bertujuan
untuk
meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa
matematika sangat penting artinya dalam kehidupan sehari-hari, semua aspek
kehidupan memerlukan perhitungan matematika, oleh karena itu matematika
diberikan kepada peserta didik dari pendidikan sekolah dasar sampai perguruan
tinggi
Matematika
adalah ilmu universal yang merupakan dasar dari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir.
Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini.
Sedangkan
tujuan pelajaran matematika berdasarkan Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006
tersebut agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika,
menjelaskan keterakaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau
algoritma, secara luwes, akurat, efesien,dan tepat, dalam pemecahan masalah,
(2) menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi
yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain utuk menjelaskan keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan
masalah.
KTSP SMA
pada mata pelajaran matematika ada enam aspek yang, dipelajari, yaitu: (1) Logika, (2) Aljabar,
(3) Geometri, (4) Trigonometri, (5) Kalkulus, (6) Statistika dan Peluang
Geometri
merupakan pengetahuan tentang hubungan dan pemahaman secara mendalam tentang
bangun geometris serta sifat-sifatnya, yang berguna dalam berbagai situasi dan
berkaitan dengan topik-topik matematika dan pelajaran lain. Studi tentang
geometri dapat membantu siswa merepresentasikan kemampuannya dan mencapai
pandangan tertentu tentang dunianya. Penguasaan model-model geometrik serta
sifat-sifatnya dapat memberikan suatu perspektif bagi siswa, sehingga ia dapat
menganalisis dan memecahkan masalah yang terkait dengan bangun-bangun geometri.
Herawati (1994),
menyatakan bahwa bagian dari matematika yang dapat menumbuh kembangkan
kemampuan berpikir logis antara lain adalah bagian geometri. Menurut Max A.
Sobel & Evan M Maletsky dialih
bahasakan oleh Suyono (2003) bahwa
Geometri merupakan mata pelajaran yang kaya akan materi yang dapat dipakai untuk
memotivasi yang dapat menarik perhatian, dan imajenasi murid-murid dari tingkat
dasar sampai murid-murid sekolah menengah dan bahkan diperguruan tinggi.
Sedangkan menurut Van De Walle (dalam Syaifudin 2009), Geometri merupakan
cabang matematika yang perlu dikaji dan dipelajari secara mendalam karena
geometri digunakan oleh hampir setiap orang dalam kehidupan sehari-hari.
Ilmuwan, insinyur dan pengembang perumahan adalah sebagian kecil contoh profesi
yang menggunakan geometri. Gometri juga digunakan untuk mendesain rumah, taman
atau dekorasi.
Keberhasilan
belajar siswa dipengaruhi oleh banyak
faktor, dapat berasal dari diri siswa maupun dari guru sebagai pengajar. Seorang guru haruslah memiliki kompetensi
yang cukup sebagai pengelola pembelajaran.
Seorang guru yang memiliki kompetensi, diharapkan akan lebih baik, dan
mampu menciptakan suasana, lingkungan belajar yang efektif, sehingga hasil
belajar siswa akan optimal. Menurut Ruseffendi (2005) bahwa di samping faktor
penyebab yang sebagian tergantung pada murid dan sebagian lagi tergantung pada
guru, terdapat faktor penyebab yang hampir sepenuhnya tergantung kepada guru yaitu kemampuan
(kompetensi), suasana belajar dan kepribadian guru sebagai manusia model.
Pertanyaan
yang timbul adalah bagaimana upaya guru menciptakan pembelajaran dengan
komunikasi multi arah, meningkatkan aktivitas, meningkatkan penguasaan konsep,
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan meningkatkan prestasi belajar
siswa? Upaya-upaya yang dapat dilakukan
guru untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di antaranya adalah
memilih pembelajaran yang relevan.
Pada pembelajaran geometri khususnya diperlukan
pengetahuan konseptual, dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual
menyangkut keterkaitan banyak konsep,
sedangkan pengetahuan prosedural berkaitan dengan tahap-tahap atau urutan
pekerjaan yang harus dilakukan. Setiap tahap memerlukan penguasaan
konsep-konsep tertentu. Oleh sebab itu pembelajaran pemecahan masalah
diperlukan dalam pembelajaran geometri. Hal ini sesuai dengan karakteristik
pemecahan masalah yang melibatkan beberapa informasi atau konsep, dan untuk
penyelesaiannya membutuhkan informasi atau konsep tersebut.
Dalam pembelajaran, guru mempunyai peran yang sangat
besar dalam keberhasilan belajar siswa.
Seorang guru harus dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangan dalam suasana pembelajaran yang
aktif, kreatif dan efektif.
Pembelajaran
yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan
kognitif, efektif dan psikomotorik, sehingga mengakibatkan siswa akan merasa
bosan dan kurang berminat untuk belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru
harus selalu meningkatkan kualitas profesionalisme agar siswa dapat belajar
mandiri dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan
melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran. Mengupayakan siswa
mempunyai hubungan yang erat antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa, dan juga dengan lingkungan sekitarnya.
Pembelajaran
yang menciptakan prilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman salah satu
diantaranya adalah pembelajaran pemecahan masalah, karena
pembelajaran pemecahan masalah memiliki
karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks
belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan
memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari
materi pelajaran. Ini sejalan dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang menuntut guru menciptakan suasana kelas
yang menyenangkan.
B. DESKREPSI TEORITIS
1. Belajar dan Hasil Belajar
Menurut Winkel (1991)
menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam
interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap
yang bersifat relatif konstan dan berbekas.. Menurut W. Gulo (2002) menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses
yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lalunya baik
tingkah laku dalam berfikir bersikap dan berbuat. Sedangkan menurut Dimyati dan
Mujiono (2006) belajar adalah seperangkat alat kognitif yang mengubah sifat
stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru.
Dari definisi belajar yang
diuraikan di atas, dapat kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental
yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang menghasilkan
perubahan tingkah laku.
Menurut Hamalik (2004), hasil belajar adalah “ terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam
bentuk perubahan pengetahuan , sikap dan keterampilan, perubahan tersebut
diartikan terjadinya peningkatan dan perkembangan yang lebih baik dengan
sebelumnya, misalnya tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan,
dan seterusnya. Sedangkan menurut
Dimyati dan Mulyono (2006) Hasil belajar merupakan hasil dari sesuatu interaksi
tindak belajar dan tindak pembelajaran. Dari sisi guru, tindak pembelajaran
diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari isi siswa, hasil belajar
adalah merupakan akhir pengalaman dan puncak proses belajar.
Dengan demikian hasil belajar merupakan penguasaan siswa
terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh siswa setelah
mengikuti kegiatan pembelajaran dengan dipengaruhi oleh bakat, mutu pengajaran,
kesanggupan memahami, ketekunan, dan keterisedanya waktu belajar. Hasil belajar
ini diukur melalui tes hasil belajar, setelah siswa mengikuti kegiatan
pembelajaran.
2. Hakekat Matematika
Menurut Hamzah (2008), Matematika merupakan pelajaran
yang memerlukan pemusatan pemikiran untuk mengingat dan mengenal kembali sebuah
aturan-aturan yang ada yang harus dipenuhi untuk mnguasai materi yang
dipelajari. Menurut Russefendi (2005) yang dimaksud dengan matematika adalah “
ilmu tentang struktur yang berorganisasi, sebab berkembang dari unsur tak
terdifinisikan keabsolunya atau aksioma dan dalil atau teori.
Matematika adalah ilmu universal yang merupakan dasar
dari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan mengembangkan daya pikir. Untuk menguasai dan menciptakan
teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Dengan demikian matematika adalah ilmu yang struktur dan
terorganisasi dalam mempelajari konsep-konsep, dalil, teori, serta unsur-unsur
yang tidak didefinisikan menjadi suatu asumsi yng konkrit.
3. Pembelajaran Geometri
Geometri adalah
ilmu tentang ruang …. Ruang dimana anak hidup, bernapas, dan bergerak. Ruang
dimana anak harus belajar untuk mendapatkan pengetahuan, melakukan eksplorasi,
dan menaklukkannya agar ia dapat bertahan hidup, bernapas, dan bergerak lebih
baik di dalamnya. (Freudenthal dalam NCTM, 1989).
Geometri
merupakan salah satu komponen penting dalam kurikulum matematika sekolah.
Pengetahuan tentang hubungan, dan pemahaman secara mendalam tentang bangun
geometris serta sifat-sifatnya, berguna dalam berbagai situasi dan berkaitan
dengan topik-topik matematika dan pelajaran lain di sekolah. Studi tentang
geometri dapat membantu anak merepresentasikan kemampuannya dan mencapai
pandangan tertentu tentang dunianya. Penguasaan model-model geometrik serta
sifat-sifatnya dapat memberikan suatu perspektif bagi siswa, sehingga ia dapat
menganalisis dan memecahkan masalah yang terkait dengan bangun-bangun geometri.
Dalam unit
geometri, juga dibahas tentang bangun-bangun ruang. Selain itu Herawati (1994), menyatakan bahwa
bagian dari matematika yang dapat menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis
antara lain adalah bagian geometri.
Namun dalam
penelitian ini yang akan dibahas hanya pada aspek geometri pada ruang dimensi
tiga pada kelas X dengan materi pokok kedudukan titik, garis, dan bidang dalam
ruang dimensi tiga.
4. Masalah dan Pemecahan Masalah
Problem atau masalah bagi seseorang adalah suatu kesenjangan
(gap) antara dua pengertian yang dimilikinya dan iapun tidak tahu cara
mengatasinya Hayes (dalam Arifin, 1997). Selanjutnya Arifin menyatakan bahwa
salah satu bentuk problem dalam pengajaran di kelas dapat diartikan sebagai
soal, yang dalam proses penyelesaiannya tidak dapat dilakukan dengan “recall”
saja, tetapi harus melalui analisa dan penalaran. Bell (1978) mengemukakan
bahwa suatu situasi akan merupakan masalah bagi seseorang bila ia menyadari
keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan
tindakan, dan ia tidak dengan segera dapat menemukan pemecahan pemecahan
terhadap situasi tersebut.
Menurut Ruseffendi (2005) mengemukakan bahwa suatu
persoalan merupakan masalah bagi seseorang ; pertama, bila siswa belum mempunyai prosedur atau algoritma
tertentu untuk menyelesaikannya; kedua, siswa
harus mampu menyelesaikannya; dan ketiga,
bila ada niat menyelesaikannya. Sedangkan Hudoyo (2002) menyatakan bahwa suatu
pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang, bila orang itu tidak memiliki
aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban dari
pertanyaan tersebut.
Dalam matematika
tidak semua soal dapat digolongkan sebagai masalah. Suatu soal matematika dapat merupakan masalah
bagi seorang siswa tetapi hanya persoalan rutin belum tentu merupakan masalah. Soal yang
merupakan “masalah” adalah soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu
prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari. Sedangkan dalam masalah tidak rutin,
untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.
Dari uraian-uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa suatu
situasi merupakan masalah bagi seseorang, jika dia menyadari eksistensi situasi
tersebut, menyadari bahwa situasi persoalan tersebut menghendaki tindakan
penyelesaian, ia pun mau atau perlu
bertindak, dan dalam
melakukan tindakan dan ia tidak
segera mampu menyelesaikan
masalah.
5.
Pembelajaran Pemecahan Masalah
Sudjimat (1996) mengatakan bahwa: “Belajar pemecahan
masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau
belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar
mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk
memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Karena
itu pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian
rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong siswa
menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah”. Sedangkan
nenurut Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa : “Pemecahan masalah adalah
pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses daripada
hasilnya (out-put)”. Jadi aspek proses merupakan faktor yang utama dalam
pembelajaran pemecahan masalah, bukannya aspek produk sebagaimana dijumpai pada
pembelajaran konvensional (tradisional).
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka pembelajaran
pemecahan masalah menghendaki siswa belajar secara aktif, bukannya guru yang
lebih aktif dalam menyajikan materi pelajaran. Dengan belajar aktif, dapat
menumbuhkan sifat kreatif. Sifat kreatif yang dimaksud adalah sifat kreatif
mencari sendiri, menemukan sendiri, merumuskan sendiri, atau menyimpulkan
sendiri. Dengan demikian pemahaman terhadap
proses terbentuknya suatu konsep lebih diutamakan.
Dalam memecahkan suatu masalah, diperlukan strategi yaitu
prosedur /teknik-teknik yang berguna untuk memecahkan berbagai masalah dalam
tingkat kesulitan yang bervariasi. Oleh sebab itu strategi pemecahan masalah
sangat penting dalam pembelajaran pemecahan masalah. Dengan strategi
tersebut siswa akan lebih terarah dalam
memahami dan memecahkan masalahnya.
Pemberian latihan pemecahan masalah yang tepat sangat
dianjurkan dalam pembelajaran pemecahan masalah. Salah satu yang alasannya
adalah seperti yang dikemukakan oleh Sudjimat (1996) yaitu : “Dengan memberikan
latihan yang banyak siswa akan memiliki pengalaman yang baik dalam pemecahan
masalah. Di samping itu, dengan
memberikan latihan yang
menantang dan bermakna
bagi siswa maka motivasi belajar siswa akan dapat meningkat”.
Gagne (dalam Ruseffendi, 2005) mengatakan bahwa pemecahan
masalah biasanya ada 5 langkah yang harus dilakukan, yaitu :
a.
menyajikan
masalah dalam bentuk yang lebih jelas;
b.
menyatakan
masalah dalam bentuk yang operasional;
c.
menyusun
hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk
digunakan dalam memecahkan masalah itu;
d.
mengetes
hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data,
pengolahan data, dan lain-lain); hasilnya mungkin lebih dari sebuah;
e.
memeriksa kembali apakah hasil yang diperoleh itu benar,
mungkin memilih pula pemecahan yang paling baik.
Tokoh metode pemecahan masalah
adalah Polya. Masalah dalam matematika bagi siswa adalah persoalan atau
soal matematika. Menurut Polya suatu soal matematika akan menjadi masalah bagi
seorang anak jika ia:
(1)
mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
ditinjau dari segi kematangan mentalnya dan ilmunya,
(2)
belum mempunyai algoritma atau prosedur
untuk menyelesaikan, dan berlainan yang sembarang letaknya, dan
(3)
berkeinginan untuk menyelesaikannya.
Selanjutnya menurut Polya (1985), pemecahan masalah
terdiri atas empat langkah pokok, yaitu:1) memahami masalah (understanding the problem), (2) menyusun
rencana (devising plan), (3)
melaksanakan rencana (carrying out the
plan), (4) memeriksa kembali (looking
back).
Dari berbagai tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan
di atas, maka tahapan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Polya yaitu: (1) memahami masalah (2)
menyusun rencana, (3) melaksanakan rencana, dan
(4) memeriksa kembali.
6.
Teori-Teori yang Berkitan dengan Pembelajaran Pemecahan Masalah
1)
Teori Piaget dan Pandangan Konstruktisvisme. Kaitan antara teori Piaget dengan pembelajaran pemecahan masalah: (1) asimilasi yaitu siswa dihadapkan
dengan suatu masalah baru yang masuk dalam pikirannya, (2) siswa melakukan
akomodasi yaitu siswa dituntut untuk
menyususun informasi baru yang diajukan tersebut ke dalam pikirannya.
2). Jerome S. Bruner. Kaitan dengan teori Bruner adalah dalil
penyusun dengan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah yaitu: (1) siswa
belajar melalui partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan dan
teori, (2) siswa terlibat aktif untuk mengontruksi, dan mengajukan masalah yang
dapat diselesaikan sesuai dengan situasi yang diberikan.
3). Teori
Robet M. Gange. Kaitan antara teori
yang dikemukan Gagne adalah pemecahan masalah merupakan akar dari pembelajaran.
Dengan demikian keterkaitan antara teori Gagne dengan pembelajaran pemecahan
masalah adalah tuntutan kemampuan siswa
untuk memahami masalah, merencanakan dan menjalankan strategi penyelesaian
masalah berdasarkan situasi.
4) Teori
Vygotsky. Kaitan antara teori
Vygostky dengan pembelajaran pemecahan masalah yaitu pada tahapan pemberian
arahan, dorongan, dan membantu siswa pada saat terjadi kemandegan berfikir.
Pada proses selanjutnya lebih ditekankan kepada keaktifan siswa, sehingga
pembelajaran tidak berpusat pada guru.
C. PENUTUP
Secara teoritis pembelajaran pemecahan masalah dapat
meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran pemecahan masalah
menuntut anak untuk aktif, kreatif dan ivovatif.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, (1997). Classroom Intruction and Management. New York: Mc Grow-Hill
Companics Inc.
Arifin,
Mulyati. (1997). Dinamika Berpikir Siswa
Sekolah Dasar Dalam Mengantisipasi Perkembangan Sains Dan Teknologi. Disertasi.
Bandung : IKIP Bandung.
Bell, F.H.
(1978). Teaching and Learning Mathematics
in Scondary School. New York : Wm C. Brown Company Publiser.
Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan
Tingkat Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta: PT. Binatama
Raya
Dahar, Ratna Wilis.
(1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta
: Erlangga
Djaali &
Muljono, Puji (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Garsindo
Dimyati dan Mujiono, (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta
Rienika Cipta
Gulo. W, (2002). Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo
Gordah, E,K. (2009) “Meningkatkan
Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pendekatan Open Ended,
UPI Bandung
Hamalik, (2004) Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Herawati. (1994). Penelusuran
Kemampuan Siswa Sekolah Dasar dalam memahami Bangun-bangun Geometri (studi
kasus di kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 4 Purus Selatan). Tesis. Malang : PPS
IKIP Malang.
Hudoyo, Herman,. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya Di Depan Kelas.
Surabaya : Usaha Nasional
Hudoyo, Herman, (2002). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Nasution,S. (2009). Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta. PT
Bumi Aksara.
NCTM..
(1989). Curriculum and Evaluation
Standards for School Mathematics. Virginia
: Association Drive.
Masnur Muslich, (2009). Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta : PT Bumi Aksara
Ruseffendi,E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam
Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi,E.T. (2005). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Tarsito,
Bandung.
Polya,G. (1985). How to Solve It.. A New
Aspect of Mathematical Method. Scond Edition. Princeton University Pres
Princeton, New Jersey.
Slavin, Robert E. (1996). Educational
Psychology: Theory Into Practice. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Sudjimat, D.A. (1996). Pembelajaran Pemecahan Masalah : Tinjauan Singkat Berdasar Teori
Kognitif. Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains. Malang : IKIP Malang.
Sudjana, A. (2002). Metode Statistik. Bandung : Tarsito
Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung : Wijaya Kusuma
Sukarno, (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta: Media Perkasa
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Surapratama, (2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan
Interprestasi Hasil Tes. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Sutiarso, Sugeng. (2000). Problem Posing: Strategi Efektif Meningkatkan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Konperensi Nasional Matematika X. Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Suratman, (2009). Peningkatan kemampuan Pemecahan Masalah
dalam Matematika siswa yang Mendapat Pembelajaran Disertai Penyusunan Peta
Konsep. UPI Bandung
Tim
SMA, (2008). Materi dan Metodologi
Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI Bandung
Winkel, W. S. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Grasindo
Casinos that accept US players - Wooricasinos.info
BalasHapusUS Players Accepted — 온카판 The 해외 안전 놀이터 casinos that accept 안전 사이트 US players are as follows: · Casino. Las Atlantis 심바 먹튀 · Casino. Poker · Casino. Poker bet365 배당