HUBUNGAN PERSEPSI SISWA TENTANG
PELAJARAN SEJARAH,
DENGAN
PRESTASI BELAJAR SEJARAH KELAS
III (TIGA)
SMA ADIGUNA BANDAR LAMPUNG
TAHUN PELAJARAN 2006/2007
Oleh : Muhammad
Dosen Tidak Tetap pada STKIP PGRI Bandar Lampung
Abstrak: Dalam
pembelajaran ada yang berhubungan
langsung dengan prestasi belajar
sejarah. Faktor yang sangat berhubungan dengan prestasi belajar pada seluruh
mata pelajaran termasuk juga pelajaran sejarah. Persepsi siswa terhadap suatu
pelajaran sangat penting, karena dengan memiliki persepsi yang baik terhadap
suatu pelajaran termasuk pelajaran sejarah akan memiliki hubungan dengan
prestasi yang diharapkan dalam suatu hasil pembelajaran termasuk dalam
pembelajaran sejarah.Variabel pada penelitian ini terdiri variabel bebas (X)
dan variabel terikat (Y). variabel bebas (X) persepsi siswa tentang pelajaran
sejarah dan (Y) adalah prestasi belajar Sejarah
siswa.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi siswa tentang pelajaran sejarah
dengan prestasi belajar siswa Metode
penelitian yaitu metode ex
post facto yaitu penelitian yang di
lakukan oleh peneliti di mana proses eksperimen telah berlangsung baru diadakan
penelitian, fakta-fakta dari suatu proses pembelajaran telah berlangsung, telah
terjadi dan baru di lakukan penelitian oleh peneliti.Lokasi penelitian di SMA
Adiguna Bandar Lampung. Jumlah
sampel pada penelitian ini adalah 48
siswa. Metode pengambilan sampel menggunakan
proportional random sampling. Teknik pengumpulan data untuk
variabel bebas menggunakan metode angket, sedangkan variabel terikat diperoleh
dari ujian akhir semester.Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan bahwa persepsi siswa tentang pelajaran sejarah berhubungan positif
dengan prestasi belajar siswa SMA Adiguna Bandar Lampung dengan kontribusi
47,2% terhadap prestasi belajar siswa. Sedangkan 52,8% ditentukan oleh faktor lain dalam
upaya peningkatan prestasi belajar siswa.
Kata Kunci : Persepsi, prestasi belajar sejarah,
SMA Adiguna Bandar Lampung
PENDAHULUAN
Salah satu tujuan pembelajaran
adalah meningkatkan prestasi belajar. Artinya keberhasilan siswa dalam belajar
dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai. Prestasi belajar adalah nilai
yang diperoleh siswa dalam setiap ulangan atau ujian yang diikuti. Menurut Arikunto (1995 : 57) “Nilai yang
diperoleh pada waktu ulangan, bukan menggambarkan partisipasi tetapi
menggambarkan prestasi belajar. Prestasi belajar itu menurut Ahmadi (1975 : 21)
adalah : “Hasil yang dicapai dalam usaha, dalam hal ini adalah usaha belajar,
dan perwujudan prestasi belajar siswa dapat dilihat dari nilai yang diperoleh
setiap mengikuti tes”. Prestasi
berarti hasil usaha, berasal dari bahasa Belanda Prestatie artinya hasil
usaha. Cagne (1988: 65) mengemukakan
bahwa dalam stiap proses akan selalu terdapat hasil nyata yang dapat diukur dan
dinyatakan sebagai hasil belajar (achievement) seseorang.
Belajar adalah suatu aktivitas
yang melibatkan bukan hanya penugasan kemampuan akademik baru saja, melainkan
juga perkembangan emosional. Hal tersebut sesuai pernyataan Cagne
(1988: 3) belajar adalah perubahan dalam diri manusia atau kemampuannya yang
berlangsung selama satu masa waktu dan yang tidak semata-mata disebabkan oleh
perubahan pertumbuhan. Jenis pertumbuhan
yang dimaksud dalam belajar ini meliputi perubahan tingkah laku setelah
individu mendapatkan berbagai pengalaman dalam situasi pembelajaran yang
diberlakukan atasannya. Dengan kata lain
bahwa proses belajar senantiasa merupakan perubahan tingkah laku dan terjadi
karena hasil pengalaman yang diperoleh.
Berdasarkan
pengertian di atas terlihat bahwa salah satu indikator keberhasilan siswa dalam
kegiatan belajar adalah tinggi prestasi belajar. Hal ini sudah tentu juga berlaku pada seluruh
mata pelajaran yang diikuti oleh siswa termasuk pelajaran sejarah. Padmo (2003:125), pada hakekatnya teknologi
pembelajaran adalah suatu disiplin yang berkepentingan dengan pemecahan
masalah belajar dengan berlandaskan pada
serangkaian prinsip dan menggunakan berbagai macam pendekatan. Serangkaian
prinsip yang dijadikan landasan teknologi pembelajaran adalah :
- Lingkungan kita senantiasa berubah. Perubahan itu ada yang direkayasa, ada yang dapat diperkirakan, namun sebagian besar tidak dapat kita ketahui sebelumnya.
- Jumlah penduduka semakin bertambah meskipunpun dengan prosentasi yang mengecil. Mereka semua perlu belajar, dan belajar itu berlangsung seumur hidup dan dimanasaja, darimana saja.
- Sumber-sumber sediakala (tradisonal) semakin terbatas karena itu harus dimanfaatkan sebaikmungkin dan seoptimal mungkin. Selain tiu harus diciptakan sumebr-sumber baru, dan didayagunakan sumber yang belum terpakai (idle).
- Setiap pribadi mempunyai hak untuk berkembang semaksimal mungkin selaras dengan perkembangan masyarakat dan lingkungan.
- Masyarakat berbudaya teknologi, yaitu bahwa teknologi merupakan bagian yang tertanam (imbedded) dan tumbuh dalam setiap masyarakat, dengan kadar yang berbeda.
Dari uraian
di atas jelaslah dalam pembelajaran harus menggunakan poendekatan sistemik
artinya memandang segala sesuatu sebagai sesuatu yang menyeluruh (
conprehensif) dengan segala komponen yang saling terintegrasi.
Keseluruhan
itu akan lebih bermakna dari sekadar penjumlahan komponen-komponen. Tiap
komponen mempunyai fungsi masing-masing dan setiap perubahan komponen akan
mempengaruhi kompoonen yang lain.
Paradigma baru merupakan
perkembangan internal untuk lebih menegaskan identitas teknologi pendidikan.
Fokus teknologi pendidikan adalah memecahkan masalah.
Belajar
yang bertujuan terarah dan terkendali. Oleh karena itu teknologi pendidikan
dipersempit menjadi “teknologi pembelajaran”. Yusuf Hadi Miarso dalam bukunya
Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (2004:544) teknologi pembelajaran adalah
“teori dan praktek dalam merancang, mengembangkan, memanfaatkan, mengelola dan
menilai proses dan sumber untuk belajar”.
Peningkatan
prestasi belajar siswa pada mata pelajaran sejarah terus diupayakan oleh
lembaga-lembaga pendidikan, termasuk yang dilakukan oleh SMA Adiguna Bandar
Lampung. Namun hingga saat ini prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran sejarah masih rendah. Prestasi belajar siswa SMA Adiguna pada Mata
Pelajaran sejarah dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :
Tabel 1. Data
prestasi belajar mata pelajaran sejarah
semester genap kelas III (tiga) tahun
pelajaran 2006-2007
No
|
Klasifikasi
|
Rentang Nilai
|
Jumlah siswa
Kelas III IPS
|
Jumlah (siswa)
|
Persentase (%)
|
1
|
Sangat Tinggi
|
≥ 7,51
|
121
|
-
|
0,0
|
2
|
Tinggi
|
6,51 – 7,50
|
121
|
-
|
0,0
|
3
|
Sedang
|
5,51 – 6,50
|
121
|
1
|
0,8
|
4
|
Rendah
|
4,00 – 5,50
|
121
|
26
|
21,5
|
5
|
Sangat Rendah
|
≤ 4,00
|
121
|
94
|
77,7
|
Sumber :
Dokumentasi nilai SMA Adiguna Bandar Lampung, leger pelajaran sejarah
semester genap tahun pelajaran 2003-2004.
Pada Tabel
terlihat secara umum prestasi belajar siswa sangat rendah. Hal ini terlihat sebanyak 94 siswa (77,7%)
memiliki prestasi siswa termasuk kategori sangat rendah, bahkan tidak satupun
siswa yang memiliki prestasi tinggi terlebih lagi sangat tinggi. Hal ini siswa
dalam proses pembelajaran perlu dipacu dan diberikan pengertian-pengertian yang
jelas tentang pelajaran sejarah, agar memiliki persepsi yang baik terhadap
pelajaran sejarah walaupun pelajaran sejarah tersebut tidak termasuk dalam
kelopok mata pelajaran yang di ujian nasionalkan, memacu siswa untu
memanfaarkan sumber belajar jangan hanya mengandalkan guru yang dijadikan
satu-satunya sumber belajar oleh siswa, maka guru perlu menjelaskan bahwa
sumber belajar dalam pembelajaran tatanegara cukup banyak termasuk lingkungan
sekolah, buku-buku, perpustakaan dan lainnya supaya dimanfaatkan secara
maksimal, kemudian guru perlu memacu siswa agar memiliki kreativitas yang baik
dalam kegiatan pembelajaran, termasuk diskusi, menjawab soal-soal dan lainnya
sehingga angka 77,7% yang memiliki prestasi rendah tersebut bisa ditingkatkan
kepada prestasi yang lebih tinggi. Rendahnya prestasi belajar siswa sudah tentu
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain persepsi siswa tentang pelajaran
itu sendiri. Rendahnya prestasi belajar siswa sangat dimungkinkan masih buruk
persepsi siswa terhadap mata pelajaran sejarah.
Nurulpaik,
(2004:3), dalam jurnal yang dimuat pada pikiran rakyat, Kamis, 25 Nopember
2004. Berbagai studi menunjukkan bahwa
buku ajar di sekolah merupakan madia intruksional yang sangat penting karena
merupakan sember rujukan utama dalam
proses pembelajaran (Patrick, 1988) dan bagian sentral dalam suatu sistem pendidikan (Altbach et. Al, 1991). Karena buku merupakan
alat yang penting untuk penyampaian materi kurikulum, maka buku
sekolah menduduki peranan sentral pada semua tingkat pendidikan.
Studi
yang dilakukan terhadap 867 SD dan MI di Indonesia (Supriadi, 1997) mencatat
bahwa tingkat kepemilikan siswa akan buku pelajaran di SD berkorelasi positif
dengan hasil belajarnya. Lima
korelasi tersebut pada pelajaran PPKn, IPA, IPS, Bahasa Indonesia, dan
Matematika.
Hal ini berarti semakin tinggi akses siswa
terhadap buku akan meningkatkan hasil
belajar siswa. Penelitian ini konsisten dengan studi yang dilaksanakan oleh World Bank pada tahun 1976 di Indonesia yang menunjukkan bahwa tingkat
kepemilikan siswa akan buku dan
fasilitas sekolah lainnya berkorelasi dengan prestasi belajarnya (Bank Dunia,
1989:44).
Dari pernyataan diatas bahwa siswa yang
banyak memanfaatkan sumber belajar ( buku pelajaran, perpustakaan, tingkat
kepemilikan buku pelajaran, fasilitas belajar di sekolah mempunyai hubungan
dengan prestasi belajarnya pada bidang studi Imu Pengetahuan Alam, humaniora
dan Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jika kita hubungkan dengan prestasi
belajar siswa pada mata pelajaran sejarah yang saat ini masih rendah, maka
dapat ditarik suatu gambaran bahwa siswa kadang memiliki persepsi yang salah
terhadap pelajaran termasuk pelajaran sejarah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru
bidang studi diperoleh suatu keterangan bahwa SMA Adiguna Bandar Lampung di
dalam proses pembelajaran ditemukan :
” Siswa mempunyai persepsi
yang rendah terhadap mata pelajaran khsususnya mata pelajaran yang tidak di
Ujikan pada sebagai mata pelajaran Ujian Nasional termasuk pelajaran sejarah ”
Prestasi belajar siswa khususnya sejarah masih
rendah hal ini terlihat dari hasil ujian semester kelas III (tiga) program IPS
masih rendah termasuk masih dibawah rata-rata 4,00. Rekapitulasi prestasi
belajar sejarah kelas III semester genapujian bersama tahun pelajaran 2006-2007
sebagai berikut :
Nilai Tertingi = 5,50 berarti soal yang dijawab benar 30
soal dari 60 soal.
Nilai Terendah = 2,00 berarti soal
yang dijawab benar 12 soal dari 60 soal.
Nilai rata-rata kelas = 3,21 berarti siswa hanya mampu menjawab soal
rata-rata 19 butir soal, hal ini
tergolong rendah.
Nilai yang diharapkan minimal = 6,00
Sekor nilai : £ 4,00 sangat rendah
Sekor nilai : 4,00 – 5,50 rendah
Sekor nilai : 5,51 - 6,50 sedang
Sekor nilai : 6,51 - 7,50 tinggi
Sekor nilai : ³ 7,51 sangat tinggi
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas peneliti berkeinginan untuk
meneliti bagaimana persepsi siswa terhadap pelajaran sejarah siswa dalam pembelajaran
yang dimungkinkan mempunyai hubungan dengan prestasi belajar siswa, khususnya
pelajaran sejarah III (tiga) semester
genap tahun pelajaran 2007-2008.
Persepsi
Sebagaimana yang
telah diketahui dan dikemukakan di atas tentang permasalahan penelitian, maka
untuk memperkuat dan mendukung variabel penelitian serta permasalahan yang
diajukan perlu didukung oleh landasan teori tentang persepsi sebagaimana
yang akan dipaparkan berikut ini :
Untuk
menguraikan dan tertarik dalam melaksanakan suatu aktivitas atau perbuatan tertentu, maka seseorang terlebih dahulu
memiliki persepsi mengenai obyek atau aktivitas/ perbuatan yang akan dikerjakan
tersebut. Persepsi dalam diri seseorang berarti pandangan, tanggapan, anggapan
langsung dari dalam diri seseorang terhadap sesuatu obyek tertentu melalui
pengenalan panca indra yang dimiliki oleh manusia. Persepsi adalah proses yang
menyangkut masuknya pesan atau informasi ke otak manusia, melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan
hubungan dengan lingkungannya, hubungan
ini dilakukan lewat inderanya, yaitu indera penglihatan, pendengar, peraba,
perasa dan pencium Slameto, (1987:102).
Bagi
seorang guru, mengetahui dan menerapkan prinsif-prinsif yang bersangkut-paut
dengan persepsi sangat penting karena :
1. Makin baik suatu obyek, orang, peristiwa
atau hubungan diketahui, makin baik objek, orang, peristiwa atau hubungan
tersebut dapat diingat.
2. Dalam pengajaran, menghindari salah
pengertian merupakan hal yang harus dapat dilakukan oleh seorang guru, sebab
salah pengertian akan menjadi siswa belajar sesuatu yang keliru atau yang tidak
relevan; dan
3.
Jika
dalam pengajaran seorang guru perlu mengganti benda yang sebenarnya dengan
gambar atau potret dari benda tersebut, maka guru harus mengetahui bagaimana
gambar atau potret tersebut harus dibuat agar tidak terjadi persepsi yang
keliru. ( Selameto, 1987 : 103 )
Berikut ini beberapa prinsip dasar tentang persepsi yang perlu
diketahui oleh seorang guru agar ia dapat mengetahui siswanya secara lebih baik
dan dengan demikian menjadi komunikator yang efektif.
1.
Persepsi itu relatif bukannya
absolut, manusia bukanlah instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu
persis seperti keadaan sebanarnya, persepsi bersifat relatif, seorang guru
dapat meramalkan dengan lebih baik persepsi
dari siswanya untuk pelajaran berikutnya karena guru telah mengetahui lebih
dahulu persepsi yang telah dimiliki oleh siswa dari pelajaran sebelumnya.
2.
Persepsi itu slektif, seorang guru
harus dapat memilih bagian pelajaran yang perlu diberi tekanan agar
mendapat perhatian dari siswa dan sementara itu
harus dapat menentukan bagian pelajaran yang tidak penting sehingga dapat dihilangkan agar perhatian
siswa tidak terpikat pada bagian yang
tidak penting.
3.
Persepsi mempunyai
tatanan, bagi seorang guru, prinsif
ini menunjukkan bahwa pelajaran yang
disampaikan harus tersusun dalam tatanan yang baik.
4.
Persepsi dipengaruhi oleh
harapan dan kesiapan (penerima rangsangan ),
harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan mana yang akan
dipilih untuk diterima, selanjutnya bagaimana pesan yang dipilih itu akan
ditata dan demikian pula bagaimana pesan tersebut akan diinterprestasikan.
5.
Persepsi seseorang atau
kelompok dapat jauh berbeda dengan persepsi orang atau kelompok lain sekalipun
situasinya sama, perbedaan persepsi ini
dapat ditelusuri pada adanya perbedaan-perbedaan individual, perbedaan
dalam keperibadian, perbedaan dalam sikap dan perbedaan dalam motivasi,
Slameto (1987:105)
“ Persepsi adalah pandangan
atau anggapan dari individu terhadap suatu obyek setelah melihat, mengalami,
mendengar serta merasakan manfaatnya yang kemudian tercermin melalui
perbuatan-perbuatan terhadap suatu obyek tersebut .
Hubungan persepsi dengan objek ( pelajaran
dalam pembelajaran ) :
Persepsi dan Belajar dalam Prawiradilaga (
2004 : 132 ) Proses belajar tanpa mmperhatikan siapa yang belajar, materi,
lokasi, jenjang pendiidikan atau usia
pembelajar selalu selalu dipengaruhi oleh persepsi peserta didik. Persepsi
memang jarang disinggung dalam tulisan
terkait dalam proses belajar. Padahal cara berfikir, minat atau potensi dapat
berkembang dengan baik jika seseorang memiliki persepsi yang memadai. Tujuan
belajar sebenarnya adalah mengembangkan persepsi kemudian mewujudkannya menjadi
kemampuan-kemampuan yang tercermin dalam
cara berfikir (kognitif), bekerja motorik, serta bersikap.
Selanjutnya Mozaik tehnologi pendidikan dalam Prawiradilaga
(2004 ; 132)
Persepsi adalah : awal dari segalam macam kegiatan belajar yang bisa
terjadi pada setiap kesempatan, disengaja atau tidak. Fleming & Levie
memercayai persepsi sebagai “suatu suatu proses penerimaan informasi yang
rumit, yang diterima atau diektraksi manusia dari lingkungan …….persepsi
termasuk penggunaan indra manusia”. Kemp & Dayton, 1985 menganggap persepsi
“ suatu proses di mana seseorang menyadari keberadaan lingkungannya serta dunia
yang mengelilinginya”. Persepsi terjadi karena setiap manusia memiliki indra
untuk menyerap objek-objek serta kejadian di sekitarnya. Pada akhirnya persepsi
dapat mempengaruhi cara berfikir , bekerja serta bersikap pada diri seseorang.
Jadi persepsi seseorang terhadap suatu
objek sangat dipengaruhi indranya yang disebabkan karena penerimaan informasi
yang diperolehnya dari suatu objek, siswa akan
memproleh hasil yang baik dalam pembelajaran terhadap objek (pelajaran dalam pembelajaran ) apabila memiliki persepsi yang
baik pula tehdap suatu objek (pelajaran
dalam pembelajaran) .
Sedangkan menurut Mar’at : 1982, persepsi
dapat diartikan :
“ Persepsi adalah merupakan proses pengamatan
seseorang yang berasal dari komponen kognisi. Persepsi ini dipengaruhi oleh
faktor-faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala dan pengetahuannya, manusia
mengamati obyek psikologik dengan kacamatanya sendiri, sedangkan obyek
psikologik ini dapat berupa kejadian, ide atau situasi tertentu. Faktor
pengalaman, proses belajar atau sosialisasi memberikan bentuk dan struktur
terhadap apa yang dilihat. Sedangkan pengetahuannya dan cakrawalanya memberikan
arti terhadap obyek psikologik
tertentu Mar’at, (1982 : 22).
Persepsi dapat digambarkan dalam sebuah
bagan, Mar’at, (1982 : 23 ).
Pengalaman Proses Cakrawala Pengetahuan
Belajar
(Sosialisasi)
|
K
E
P
Afeksi
R Evaluasi
I (Senang/tak senang)
B
A
D
I Sikap
A Kecendrungan
N Bertindak
Konasi
Gambar Bagan Persepsi
Kognisi = pengetahuan
Afeksi
= sikap
Konasi = menentukan kesediaan/ kesiapan
jawaban berupa tindakan terhadap obyek.
Dari gambar bagan diatas bahwa persepsi
itu terjadi akibat dari suatu peroses yang ditimbulkan oleh panca indra yang
dimiliki oleh manusia serta faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dirinya.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan persepsi adalah anggapan atau pandangan
seseorang (siswa) terhadap sesuatu obyek (pelajaran sejarah) melalui panca
indranya (melihat, mendengar, mengalami, memanfaatkan) dari pelajaran sejarah tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi
Persepsi dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang datangnya dari individu itu sendiri
maupun dari luar individu tersebut. Oleh karena itu persepsi menurut Mar’at , ( 1981 : 22 ) merupakan komponen
kognisi pada diri individu yang dipengaruhi oleh antara lain :
a. Faktor pengalaman
b.
Faktor proses belajar sosial (sosialisasi)
c. Faktor cakrawala
d. Faktor pengetahuan
Sedangkan menurut
Sarwono, (1983:44) memberikan pengertian tentang hal-hal yang mempengaruhi
persepsi sebagai berikut:
Suatu
obyek dapat dipersepsi secara berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain,
hal ini antara lain dapat dipengaruhi oleh:
a.
Perhatian; biasanya seseorang tidak menangkap seluruh
rangsangan yang ada disekitarnya sekaligus, tetapi akan memfokuskan
perhatiannya pada satu atau dua obyek saja, perbedaan fokus ini yang
menyebabkan perbedaan persepsi.
b.
Set; yaitu harapan seseorang akan rangsang, yang
timbul, seperti harapan seseorang pelari yang siap “start” terdapat set bahwa
akan terdengar bunyi pistol disaat akan berlari.
c.
Kebutuhan; kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada
diri seseorang akan mempengaruhi persepsi orang tersebut.
d.
Sistem nilai; sistem nilai yang berlaku dalam situasi
masyarakat akan berpengaruh pula terhadap persepsi.
e.
Ciri keperibadian; misalnya A dan B bekerja disuatu
kantor. A sebagai seorang yang penakut. Sedangkan B adalah seorang yang penuh
percaya diri menganggap atasannya sebagai orang yang dapat diajak bergaul
seperti orang dewasa lainnya.
f. Gangguan jiwa; hal ini akan
menimbulkan kesalahan persepsi yang disebut halusinasi.
Faktor pengalaman proses belajar
(sosialisasi) memberikan bentuk struktur terhadap apa yang dilihat. Faktor
pengatahuan dan cakrawala memberikan arti terhadap obyek psikologik tersebut,
sedangkan faktor pengetatahuan akan menimbulkan ide, kemudian konsep mengenai
apa yang dilihat pada proses berfikir, memilih, mengambil keputusan dan menarik
kesimpulan, selain itu juga bahwa yang dapat mempengaruhi persepsi dapat
dipengaruhi oleh : perhatian, set, kebutuhansistem nilai, ciri kepribadian dan
gangguan jiwa.
Hubungan Persepsi dengan prestasi belajar
Indrayanto, ( 2005 : 6 ) : dalam sebuah
jurnal yang berjudul Sumber Daya
Pendidikan “ Ketersediaan bahan bacaan di rumah juga merupakan faktor penting
bagi prestasi akademik siswa. Morrow (1983) menemukan bahwa ketersediaan bahan
bacaan yang memadai di rumah mendorong anak menjadi tertarik untuk melakukan kegiatan
membaca. Disamping penelitian-penelitian yang dilakukan oleh Anderson, et, al
(1988) dan Stevenson dan Lee, (1990) juga menemukan bahwa ketertarikan anak
pada kegiatan membaca mempunyai efek positif terhadap prestasi akademik siswa.
Penelitian-penelitian tentang prestasi akademik yang dilakukan di Indonesia
oleh Elly (1976), oleh Gorman dan Yu (1990) dan Jones (1987) di Amerika Serikat
juga memperkuat temuan tentang efek
positif ketersediaan bahan bacaan di rumah dengan prestasi akademik siswa.
Dari beberapa parnyataan
yang dikemukakan oleh para ahli peneliti tentang prestasi akademik bahwa kelengkapan belajar yang lengkap mendorong
siswa untuk untuk menjadi tertarik untuk melakukan kegiatan membaca, dan kegiatan
membaca mempunyai efek positif terhadap prestasi akademik siswa, jadi ada
hubungan yang positif persepsi siswa terhadap
ketersediaan bahan belajar ( sumber belajar yang lengkap ) dengan
prestasi akademik siswa.
METODE PENELITIAN
Untuk menguji hipotesis
baik eksperimen maupun kualitatip diperlukan sebuah Metode yang tepat sehingga
apa yang diharapkan dapat jawab dan diuji sesuai dengan prosedur yang
tepat. Subagio (1999:2) Metode penelitian merupakan suatu
cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap suatu
permasalahan. Arikunto,
(1997:14) ada tiga persyaratan
penting dalam mengadakan kegiatan
penelitian :
- Sistematis : artinya dilaksanakan menurut pola tertentu dari paling yang
sederhana sampai kompleks hingga tercapai tujuan secara efektif dan efesien.
- Berencana : artinya yang dilaksanakan dengan adanya unsur kesengajaan dan sebelumnya sudah diperkirakan langkah-langkah pelaksanaannya.
3. Mengikuti konsef ilmiah : artinya mulai
awal hingga akhir kegiatan penelitian mengikuti cara-cara yang sudah
ditentukan, yaitu prinsif yang digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pendapat di
atas metode penelitian adalah suatu cara yang dipergunakan dalam penelitian
mengenai objek atau data yang sedang diteliti dengan menggunakan tehnik
tertentu guna mencapai tujuan dengan menggunakan metode ilmiah, maka penulis
dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional melalui pendekatan Empiris, artinya data
dikumpulkan (collection data) setelah semua kejadian yang dipermasalahkan
berlangsung. Selanjutnya kejadian-kejadian tersebut
diidentifikasi
sebab-sebabnya yang saling berhubungan, tujuannya adalah untuk
membuat suatu deskripsi
mengenai fakta dan sifat-sifat populasi.
Furchan
(1982:382) Ex Post Facto berasal dari bahasa latin artinya “ dari sesudah
fakta,” menunjukkan bahwa penelitian itu dilakukan sesudah
perbedaan-perbedaan dalam
variabel-variabel itu terjadi karena perkembangan kejadian itu secara
alami.
Dari
beberapa pengertian tersebut bahwa penelitian ex post facto berarti
penelitian yang dilakukan oleh peneliti dimana proses experimen telah
berlangsung baru diadakan penelitian, fakta-fakta dari suatu proses
pembelajaran telah berlangsung, telah terjadi dan baru dilakukan penelitian
oleh peneliti, ex post facto ini berupa kasus di SMA Adiguna Bandar Lampung
pada bidang studi sejarah kelas III (tiga) semester genap tahun pelajaran
2007-2008. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan yang akan dijadikan
obyek dalam suatu penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut diatas yang akan dihadikan
polpulasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas III (tiga) jurusan Ilmu
Pengetahuan Sosial pada SMA Adiguna Bandar Lampung Tahun Pelkajaran 2006-2007,
seperti tampak dalam tabel berikut ini.
Keadaan siswa kelas III (tiga) SMA Adiguna
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2007-2007 untuk jurusan Ilmu Pengatahuan Sosial
No
|
Kelas III IPS
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1
|
III IPS 1
|
33
|
15
|
48
|
2
|
III IPS 3
|
31
|
14
|
45
|
Jumlah
|
64
|
29
|
93
|
Sumber : Dokumentasi mutasi siswa
SMA Adiguna Bandar Lampung
TahunPelajaran
2006-2007
Arikunto (1990 : 125) dalam bukunya “Manajeman Penelitian” beberapa
teknik pengambilan sampel (sampling techniques) yang bisa dikenal antara lain
adalah : sampling acak (random sampling), sampling kelompok (clustes
sampling), sampling
berstrata (stratified sampling),
sampling bertujuan (purposive sampling), sampling daerah atau wilayah (area
sampling), sampling kembar (double sampling), dan sampling berimbang
(proportional sampling).
Pada penelitian teknik sampling yang
digunakan adalah sampel acak berimbang (proportional random sampling ).
Jumlah sampel penelitian ditentukan
menggunakan rumus T. Yamane yaitu :
n = Banyaknya unit sampel
N = Banyaknya populasi
D = Presisi 0,10
(Rakhmat, 1985:27)
Selanjutnya untuk menentukan jumlah
sampel pada dua kelas menggunakan alokasi proposrsional dengan rumus :
n = banyaknya sampel keseluruhan
Ni = banyaknya populasi ke- i ( masing-masing kelas )
N = Banyaknya populasi keseluruhan (semua
kelas).
Ni = banyaknya sampel ke-i (masing-masing
) kelas.
Sampel penelitian
No
|
Kelas III IPS
|
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
|
III IPS 1
|
33
|
15
|
48
|
Jumlah
|
33
|
15
|
48
|
Kelas III IPS 1 merupakan kelas
mewakili kelas atas dijadikan sampel merupakan hasil undian dari kelas III IPS
3 yang mewakili kelas bawah dan III IPS 1, ternyata dalam undian muncul untuk dijadikan sampel dalam
penelitian. Hal ini berarti kelas III IPS 1 dijadikan responden untuk menjawab
angket sebagai bahan atau data-data penelitian.
Untuk
pengumpulan data tersebut digunakan 1 instrumen penelitian, yaitu :
Instrumen
persepsi siswa terhadap pelajaran sejarah kelas III (tiga) jurusan IPS
semester genap SMA Adiguna Bandar Lampung, sampel diminta untuk menjawab salah
satu jawaban dengan memilih jawaban yang
telah disediakan dalam angket.
Instrumen
prestasi belajar tatanegara ( variabel Y ) menggunakan tes akhir semester genap
kelas III (tiga) yang telah ada pada SMA Adiguna Bandar Lampung tahun pelajaran
2006-2007, nilai tersebut adalah nilai murni dan bukan nilai rapotr yang secara
umum materi pembelajarannya telah disampaikan selama 2 (dua) semester tahun
pelajaran sesuai dengan kurikulum. Intrumen tes tersebut berupa tes pilihan ganda
sebanyak 60 soal dengan 5 (lima) option atau lima pilihan yaitu A,B,C, D, E.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lahirnya SMA Adiguna Bandar Lampung tidak terlepas dari
keinginan untuk ikut serta dalam
upaya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui perluasan kesempatan bagi lulusan
SLTP untuk memasuki jenjang pendidikan
SLTA , untuk itu Yayasan
Pendidikan Adiguna Bandar Lampung
untuk tahun pelajaran 1989/1999 membuka
Sekolah Menengah Atas (SMA) yang diberi nama SMA Adiguna Bandar Lampung.
Yayasan
Pendidikan Adiguna Bandar Lampung yang
didirikan di Bandar Lampung pada
tanggal 31 Agustus 1985 dengan Akte
Notaris Imran Ma’ruf, S.H. Tanjungkarang
Nomor 178 yang diketuai oleh
Bapak Drs. H. Dailami Zain.
SMA Adiguna Bandar Lampung berlokasi
di Jalan Khairil Anwar Nomor 79
Kelurahan Durian Payung Kecamatan
Tanjungkaran Pusat Kota Madya Bandar Lampung Telepon (0721) 267202 dibangun di atas tanah seluas
2584 m² milik Yayasan
Pendidikan Adiguna Bandar Lampung
, yang kini telah berubah menjadi
Perkumpulan Lembaga Pendidikan
Adiguna Bandar Lampung.
SMA Adiguna Bandar Lampung keberadaannya berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I.
Nomor: 1055 / I .12 /1989
yang bersetatus TERDAFTAR, dan
melalui Keputusan Dirjen Pendasmen
Nomor: 488/C/ Kep / I /1993 berubah status dari TERDAFTAR berubah DIAKUI dengan NDS: L.04014013 / NSS:
3021260050075 tertanggal 4 Januari 1993,
dan diperpanjang melalui Keputusan
Dirjen Pendasmen No.79/C/C7/Kep/PP/2000 tanggal 3 Mei 2000.
Kepala Sekolah yang pernah menjabat di SMA Adiguna Bandar Lampung semenjak berdiri sampai
sekarang adalah sebagai berikut:
1. Bapak Drs.
Hi. Badrul Kamal dari 15
Juli 1989 s.d. 28
Pebruari 2002
2. Dra. Hj.
Siti Suratini Zain sejak 1 Maret 2002 hingga sekarang
Persepsi Siswa tentang pelajaran sejarah
Berdasarkan hasil jawaban angket dengan jumlah
butir soal 25, diperoleh skor terendah 35, tertinggi 84, sedangkan hasil ukuran
gejala pusat diperoleh skor rata-rata 63,60, median 65,00, modus, 66,00, dan
standar deviasi 12,93. Jika kita membandingkan nilai
rata-rata dengan median dan modus, maka terlihat ketiga ukuran gejala pusat
tersebut tidak memiliki perbedaan yang berarti.
Hal ini menunjukkan ada kecendrungan data skor variabel persepsi siswa
tentang pelajaran sejarah adalah berdistribusi normal.
Distribusi Frekuensi Data Skor Persepsi Siswa
tentang Pelajaran sejarah
Interval
|
Batas bawah
|
Batas atas
|
Fabsolut(f)
|
Frelatif (%)
|
Fkomulatif
|
Fka
|
||
36
|
-
|
42
|
35,5
|
42,5
|
4
|
8,33
|
8,33
|
4
|
43
|
-
|
49
|
42,5
|
49,5
|
4
|
8,33
|
16,67
|
8
|
50
|
-
|
56
|
49,5
|
56,5
|
5
|
10,42
|
27,08
|
13
|
57
|
-
|
63
|
56,5
|
63,5
|
10
|
20,83
|
47,92
|
23
|
64
|
-
|
70
|
63,5
|
70,5
|
8
|
16,67
|
64,58
|
31
|
71
|
-
|
77
|
70,5
|
77,5
|
10
|
20,83
|
85,42
|
41
|
78
|
-
|
84
|
77,5
|
84,5
|
7
|
14,58
|
100,00
|
48
|
Jumlah
|
|
|
48
|
100
|
|
|
Pada table di atas terlihat bahwa frekuensi tertinggi skor persepsi
siswa tentang pelajaran sejarah terletak
pada interval 57—63 dan 78—84 yaitu masing-masing terdapat 10 orang siswa
(20,83%), sedangkan interval terendah
yaitu masing-masing pada interval 43—49 dan 36—42 (8,33%). Pada Tabel tersebut juga terlihat jumlah
siswa yang memiliki skor di bawah rata-rata adalah 23 siswa (47,92%), sedangkan
jumlah siswa yang memiliki nilai di atas rata-rata adalah 25 siswa
(52,08%). Hal ini berarti secara umum siswa memiliki skor
persepsi tentang pelajaran sejarah di
atas skor rata-rata.
Jika
mengacu pada hasil deskripsi data di atas, menunjukkan bahwa secara umum siswa
memiliki persepsi yang posistif (sebang) terhadap pelajaran sejarah. Hal ini
ditunjukkan bahwa nilai terendah yang diperoleh adalah nilai terendah 36 lebih
tinggi dari nilai terendah ideal yaitu 25, dan nilai tertinggi yaitu 84
mendekati nilai tertinggi ideal yaitu 125. Selain itu, rata-rata hitung adalah
63,6 lebih tinggi dibandingkan rata-rata ideal yaitu 50. Hal ini menunjukkan secara
umum siswa memiliki persepsi yang tinggi atau siswa hingga saat ini masih
memiliki tanggapan positif terhadap pelajaran sejarah. Persepsi yang positif
ini sudah tentu mendorong siswa untuk aktif dalam mempelajari sejarah.
Prestasi Belajar Siswa
Berdasarkan hasil jawaban angket dengan jumlah
butir soal 24 diperoleh skor terendah 5,44, tertinggi 7,94, sedangkan hasil
ukuran gejala pusat diperoleh skor rata-rata 6,93 median, 7,02, modus, 6,72, dan standar
deviasi 0,55. Jika kita membandingkan nilai rata-rata dengan
median dan modus, maka terlihat tidak memiliki perbedaan yang berarti. Hal ini menunjukkan ada kecenderungan data
skor nilai prestasi belajar siswa adalah berdistribusi normal.
Distribusi Frekuensi Data Nilai Prestasi Belajar
Siswa
Interval
|
Batas bawah
|
Batas atas
|
Fabsolut(f)
|
Frelatif (%)
|
Fkomulatif
|
Fka
|
||
5,13
|
|
5,48
|
5,6
|
6,0
|
1
|
2,08
|
2,08
|
1
|
5,49
|
|
5,89
|
6,0
|
6,4
|
0
|
0,00
|
2,08
|
1
|
5,90
|
|
6,30
|
6,4
|
6,8
|
7
|
14,58
|
16,67
|
8
|
6,31
|
|
6,71
|
6,8
|
7,2
|
6
|
12,50
|
29,17
|
14
|
6,72
|
|
7,12
|
7,2
|
7,6
|
14
|
29,17
|
58,33
|
28
|
7,13
|
|
7,53
|
7,6
|
8,0
|
16
|
33,33
|
91,67
|
44
|
7,54
|
|
7,94
|
8,0
|
8,4
|
4
|
8,33
|
100,00
|
48
|
|
|
|
48
|
100,00
|
|
|
Pada Tabel di atas terlihat bahwa frekuensi nilai prestasi belajar
siswa tertinggi terletak pada interval 7,13—7,53 (33,33%), sedangkan
frekuensi interval terendah yaitu
5,49—5,89 (0,00%). Pada Tabel tersebut
juga terlihat jumlah siswa yang memiliki skor di bawah rata-rata adalah 14
siswa (29,17%) dan jumlah siswa yang memiliki nilai di atas rata-rata adalah 20
siswa (41,66%). Hal ini menunjukkan bahwa secara umum siswa
memiliki nilai prestasi belajar di atas
nilai rata-rata.
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini, yaitu
apakah ada hubungan persepsi tentang pelajaran sejarah dengan
prestasi belajar siswa
Hubungan Persepsi Siswa tentang Pelajaran
sejarah dengan Prestasi Belajar Siswa
Hasil analisis
untuk melihat hubungan persepsi siswa terhadap prestasi belajar
sejarah siswa disajikan pada Tabel di bawah ini
Sumber Keragaman
|
Derajat
Kebebasan
|
Jumlah
Kuadrat
|
Kuadrat
Tengah
|
Fhitung
|
Signifikansi
|
Ftabel
|
Regresi
|
1
|
6,605
|
6,605
|
41,137
|
0,000
|
4,05
|
Sisa
|
46
|
7,385
|
0,161
|
|
|
|
Total
|
47
|
13,990
|
|
|
|
|
R2 = 0, 472
|
|
|
|
|
|
|
Tabel terlihat nilai Fhitung
41,137 dengan nilai signifikansi 0,000.
Nilai signifikanis 0,000<0,05 dengan demikian H0 ditolak. Hal ini berarti ada hubungan persepsi
tentang palajaran sejarah terhadap prestasi belajar siswa. Pada Tabel tersebut di atas juga terlihat nilai koefisien determinasi (R2)
= 0,472 artinya persepsi tentang pelajaran sejarah memiliki kontribusi 47,2%
terhadap prestasi belajar siswa sedangkan sisanya 52,8% ditentukan faktor
lain.
Pembahasan Hubungan Persepsi Siswa
tentang Pelajaran Sejarah dengan Prestasi Belajar Siswa
Hasil analisis menunjukkan bahwa ada
hubungan positif persepsi siswa tentang pelajaran terhadap prestasi belajar
siswa. Selain itu, persepsi juga memberikan kontribusi 47,2% terhadap
peningkatan prestasi belajar siswa. Hal ini menunjukkan persepsi siswa
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan siswa dalam belajar.
Adapun hubungan persepsi dengan
prestasi disebabkan persepsi mempengaruhi karakteritik kognitif siswa.Unsur
kognitif ini merupakan bagian dari unsur yang menentukan keberhasilan belajar
siswa. Hal ini dikemukakan oleh Slameto (2003:102) bahwa salah satu unsur yang
mempengaruhi karakteristik kognitif adalah persepsi siswa terhadap pelajaran.
Lebih lanjut dia mengatakan persepsi ini
berguna untuk menghindari salah pengertian oleh siswa terhadap pelajaran itu
sendiri. Dalam pembelajaran menghindari dalam pengertian merupakan hal yang
harus dilakukan oleh seorang guru, sebab salah pengertian akan menjadikan siswa
belajar sesuatu yang keliru atau yang tidak relevan. Siswa belajar dengan benar
dan relevan sudah tentu berdampak hasil belajar yang baik pula, karena tidak
adanya kesalahan pandangan terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Adanya
hubungan antara persepsi dengan prestasi juga disebabkan adanya keselarasan
antara tujuan belajar dengan persepsi. Seperti dikemukakan oleh Prawiradilaga (
2004 : 132 ) tujuan belajar sebenarnya adalah mengembangkan persepsi kemudian
mewujudkannya menjadi kemampuan-kemampuan yang tercermin dalam cara berfikir (kognitif), bekerja
motorik, serta bersikap.
Hal ini berarati pengembangan
persepsi yang baik akan membuat cara berpikir, bekerja, dan bersikap yang baik.
Jika dihubungkan dengan tujuan belajar
itu sendiri, maka pengembangan persepsi
sendiri pada hakikatnya tujuan belajar telah tercapai. Namun pada
kondisi ini apakah prestasi belajar juga telah tercapai. Prestasi belajar sebenarnya merupakan bagian
dari tujuan belajar itu sendiri, dan salah caranya adalah pengembangan persepsi siswa, karena
adanya persepsi yang benar melahirkan kondisi dimana siswa mengatahui
sesungguhnya berpikir, bersikap, dan bertindak dalam proses belajar yang pada
akhirny dapat meningkatkan prestasinya.
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut: Persepsi siswa tentang pelajaran sejarah
berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa SMA Adiguna Bandar
Lampung. Persepsi siswa tentang
pelajaran sejarah memiliki kontribusi 47,2% prestasi belajar siswa. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi siswa terhadap pelajaran sejarah memiliki
hubungan yang cukup tinggi dengan prestasi belajar siswa itu sendiri. Arah
hubungan persepsi siswa tentang sejarah
terhadap prestasi belajar adalah positif, artinya semakin tinggi persepsi siswa
tentang pelajaran sejarah semakin tinggi prestasi belajar.
Faktor lain 52,8% yang juga memberikan kontribusi
dengan prestasi belajar siswa seperti faktor intelegensi siswa, motivasi
siswa dalam pembelajaran termasuk dalam pelajaran tatanegara, IQ siswa, kondisi
pisik siswa, faktor kurikulum, faktor jadwal penempatan pelajaran, faktor
pengelompokan siswa, faktor pemberian tugas dan faktor fasilitas yang dimiliki
oleh siswa dirumah dan yang dimiliki oleh sekolah. Kontribusi ini sangat
endukung sehingga persepsi siswa dengan pelajaran sejarah akan prosentasinya
akan lebih baik.
Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan beberapa
temuan bahwa terdapat hubungan persepsi
siswa tentang pelajaran sejarah dengan
prestasi belajar siswa. Sebagai
impllikasinya, perlu menjelaskan secara rinci kepada siswa gambaran tentang
pelajaran yang di sampaikan khususnya pelajaran sejarah, sehingga tidak
menimbulkan persepsi yang salah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan cara berpikir, bersikap,
dan bekerja siswa, sehingga mampu mendukung prestasi belajar.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan
implikasi, maka disarankan bagi guru, perlu memberikan penjelasan secara jelas
tentang pelajaran sejarah sehingga tidak menimbulkan kesalahan persepsi. Hal ini dapat dilakukan dengan menjelaskan
pada setiap awal pertemuan tentang yang berhubuangan dengan materi
pembelajaran yang akan disampaikan pada
setiap pertemuan dalam pembelajaran, memberikan kesempatan kepada siswa untuk
aktip berdiskusi pada setiap pertemuan dalam pembelajaran, memberikan tugas
kepada siswa pada setiap akhir pelajaran.
Hal ini penting,
karena akan persepsi yang baik dengan pelajaran sejarah dan dampaknya dapat
meningkatkan prestasi belajar sejarah.
Bagi pihak sekolah, perlu menambah dan
menigkatkan fasiltas belajar bagi siwa, sehingga siswa memperoleh sumber
belajar yang lengkap dan pada akhirnya mampu meningkatkan prestasi belajarnya.
Hal ini dapat dilakukan dengan menambah jumlah buku-buku, jurnal, dan majalah tentang pelajaran sejarah, menambah
fasilitas audio visual untuk kegiatan
pembelajaran, meningkatkan kemampuan guru melalui pelatihan-pelatihan secara
berkala, mengikutkan guru dalam kegiatan MGMP, seminar, sehingga kemampuan guru
dalam menyampaikan materi pembelajaran semakin baik, hal ini perlu karena akan
berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa.
Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan
aktivitas belajarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan aktif mendiskusikan setiap
materi pelajaran baik secara individu atau kelompok, aktif menyelesaikan
soal-soal latihan, dan menyelesaikan
setiap tugas yang diberikan guru. Selain itu, guru juga secara kontinyu memberikan
tes awal dan tes akhir baik secara lisan maupun tertulis, tugas individu dan
kelompok, melakukan Tanya jawab pada setiap kegiatan pembelajaran, dan selalu
menggunakan alat peraga sesuai dengan materi pembelajaran pada setiap kegiatan
pembelajaran agar pembelajaran lebih menarik dan tidak menimbulkan kejenuhan
dan kebosanan khususnya bagi siswa, hal ini menuntut guru lebih kereatif dan
inovatif dalam memilih alat peraga,
hal ini tentunya akan berdampak pada peningkatan prestasi belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1991. Psikologi Perkembangan. Rineka Cipta. Jakarta.
Ali, Moh. 1993. Metodologi Penelitian. Galian Indonesia. Jakarta.
Asngari. 1983. Psikologi
Pendidikan. Remaja Karya. Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta
Jakarta.
________________. 1995. Prosedur Penelitian. Rineka Cipta
Jakarta.
________________ 1990. Manajemen Penelitian.
Rineka Cipta Jakarta.
B.Seels. Barbara. 1994. Teknologi
Pembelajaran. Universitas Negeri Jakarta.
Crow. LD. & Crow. A. 1984. Educational
Psyikology of Learning and Instrument. Prientice.
Depdiknas. 2003. Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional. Sekjen Depdiknas. Jakarta.
Furchan, Arief. 1982. Penelitian
Dalam Pendidikan. Usaha
Nasional. Surabaya.
Indriyanto, Bambang. 2005.
Sumber Daya Pendidikan. D:\Donload\Sumber-1.Htm.Jakarta.
J. Supranto. 1991. Metode Riset Aplikasi dalam Pemasaran.
FE UI. Jakarta.
Mar’at. 1982. Sikap Manusia Perubahan serta Pengukurannya.
Ghalia. Indonesia.
Miarso, Ysufhadi.
2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan diterbitkan atas kerjasama dengan
Pusat Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan dengan Pustekom DIKNAS, Prenada
Media. Jakata
Nurulpaik, Iik. 2004. Artikel Setop. Ganti Cawu/Semester Ganti Buku.
D:\Donload\0802.Htm. Jakarta.
Padmo, Dewi. 2003. Teknologi Pembelajaran. Universitas
Terbuka. Pustekom. Jakarta.
Paisal, Sanapiah. 1990. Penelitian
Kualiatif. YA3. Malang.
Purwanto, M Ngalim. 2002. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. PT Rosada Karya. Bandung.
Prawiradilaga .2004. Tehnologi Pendidikan, Jakarta.
Rakhmat, Jalaludin. 1985. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. Remaja Karya. Jakarta.
Slameto. 1987. Belajar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Rineka Cipta. Jakarta.
Sudjana, 2002. Metode
Statistik. Tarsito Bandung.
Surahmad, Winarno. 1990. Dasar-Dasar
Riset. Tarsito.
Bandung.
Usman, Mustofa. 2003. Model
Linier Terapan Analisis Regresi. Pengantar Pembentukan Model dan Analisis Jalur
(Path Aalysis). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar