PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
(Eksperimen pada SMA Adiguna Bandar Lampung)
Buang
Saryantono 1
ABSTRAK: Penelitian ini bermaksudkan untuk menganalisis penerapan pendekatan kontektual terhadap hasil belajar matematika. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Adiguna Bandar Lampung kelas X tahun pelajaran 2007/2008 yang terdiri dari 6 rombongan belajar, dari 6 rombongan diambil 40 siswa sebagai sampel dengan teknik claster random sampling.Data yang dianalisis diperoleh dari hasil belajar sebelum laksanaan pendekatan kontektual dan sesudah pelaksanaan pendekatan kontektual pada sample. Hasil pengolahan data diperoleh thitung = 3,068 dan untuk dk = 39 dengan taraf signifikan 5% didapat ttabel = 2,03 dan untuk taraf signifikan 1% didapat ttabel = 2,424 . Ternyata thitung lebih besar dari ttabel.. Ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap hasil belajar matematika siswa. Dengan demikian, bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang dapat membantu siswa mencapai keunggulan menangkap makna dalam materi akademik dan tugas-tugas yang dikaitkan dengan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka terima sebelumnya. Keberhasilan pendekatan CTL beralasan karena sesuai dengan nurani manusia yang selalu haus akan makna.
Kata Kunci: pendekatanContextual Teaching and Learning, hasil belajar matematika
1. Pendahuluan
Permasalahan
pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia
salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui berbagai pelatihan, penyempurnaan kurikulum,
pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana, peningkatan mutu manajermen sekolah. Untuk
meningkatkan kualitas pendidikan dalam hal ini perlu adanya peningkatan hasil
belajar, tercapainya tujuan belajar diperlukan proses pembelajaran yang tepat
dan berpengaruh positif. Faktor yang perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan
dan pengajaran adalah faktor tujuan, kualitas guru, kualitas siswa, materi
pelajaran, pendekatan pembelajaran serta alat bantu pengajaran.
Pendidikan
kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai seperangkat
fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber
utama pengetahuan dan kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar.
Pendekatan yang rutin dilakukan oleh guru hampir setiap hari hanyalah
membosankan, membahayakan bahkan merusak seluruh minat siswa. Matematika
merupakan suatu ilmu dasar yang dapat menunjang ilmu pengetahuan lainnya, namun
pada kenyataannya matematika kurang disukai, matematika dianggap mata pelajaran
yang sulit dan sukar dipahami ini dapat ditunjukan dari hasil belajar
matematika yang masih di bawah ukuran rata-rata atau normal yang ditetapkan.
Matematika merupakan pelajaran yang harus dipahami dengan penalaran logis,
untuk itu diperlukan pendekatan yang tepat dan ditunjang dengan seperangkat
media sehingga dapat menarik minat siswa untuk belajar dan mudah memahami
konsep-konsep yang disampaikan.
Pembelajaran
akan lebih bermakna jika siswa ‘mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan hanya
mengetahui saja. Pembelajar yang berorientasi target penguasan materi terbukti
berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam
membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Guru
profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya sebagai pendamping siswa
dalam belajar. Guru yang professional dapat mendampingi siswa dengan baik dan
menyenangkan. Untuk itu sosok guru
dituntut dan terpanggil untuk mencari tahu secara kontinu seharusnya siswa
dalam belajar. Kegagalan yang dialami siswa dalam belajar, guru terpanggil
untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar, dengan demikian
guru mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan belajar siswa.
Atas dasar permasalahan tersebut sangat perlu suatu strategi belajar
yang tidak mengharuskan siswa menghafal
fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan
pengetahuan pada benaknya mereka sendiri. Untuk itu salah satu alternatif pendekatan yang menjadi pilihan
Depdiknas (2003) adalah pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL).
Dengan demikian, penting sekali dibahas tentang pendekatan yang dapat membuat
siswa tertarik dan bermakna bagi siswa. Dalam CTL siswa ‘mengalami” bukan “menghafal”.
2. Tinjauan
Pustaka
CTL adalah sebuah sistem belajar yang berdasarkan pada filosifi
bahwa seseorang pembelajar akan mau dan mampu menyerap materi pembelajaran
apabila mereka dapat menangkap makna dari pembelajaran tersebut sesuai dengan
cara kerja otak manusia. Kemampuan otak untuk menemukan makna dengan membuat
hubungan-hubungan menjelaskan mengapa siswa yang didorong untuk menghubungkan
tugas-tugas sekolah dengan kenyataan saat ini, dengan situasi pribadi, sosial
dan budaya mereka saat ini dengan konteks kehidupan keseharian mereka, akan mampu memasangkan
makna pada materi akademik mereka sehingga mereka dapat mengingat apa
yang ia pelajari, jika kehilangan makna , otak mereka akan membuang materi
akademik yang mereka terima (Caine & Caine, 1994; Carter, 1998; Devis,
1997; Kotulak, 1997; Sousa, 1995; Sylwester, 1995).
Untuk memahami konsep CTL ada empat kunci yang saling terkait yaitu teaching, learning, intruction dan
curriculum. Teaching adalah refleksi sitem kependidikan seorang guru
harus bertindak professional; learning adalah refleksi sistem
kepribadian siswa yang menunjukkan prilaku yang terkait dengan tugas yang diberikan; intruction adalah
sistem sosial tempat berlangsungnya pembelajaran; dan curriculum adalah
sistem sosial yang berujung pada sebuah rencana pengajaran. CTL digambarkan
sebagai berikut:
…an
educational process that aims to help students see meaning in the academic
material they are studying by connecting academic subjects with the context of
their daily lives, that is, with context of their personal, social, and
cultural circumstance. To achieve this aim, the system encompasses the
following wight components: making meaningful connections, doing significant
work, self-regilated learning, collaborating, critical and creative thinking,
nurturing the individual, reaching high standard, usung authentic assessment
(Jhonson, 2002:25)
Pendekatan CTL proses pembelajaranya berlangsung alamiah dalam
bentuk kegiatan, siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari
guru ke siswa, untuk itu strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada
hasil. CTL dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih
produktif dan bermakna. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa
dan mendorong siswa membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.
Pada proses pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator tanpa
henti yaitu membantu siswa menemukan makna, guru memposisikan dirinya sebagai
teman bagi siswa agar dapat memasuki dunia siswa dengan mencoba membuka
kegiatan pembelajaran dengan mengkaitkan pengalaman dan kehidupan siswa. Proses pembelajaran semacam ini akan
membentuk ikatan emosi makin terjalin, suasana kelas menyenangkan penuh
diliputi dengan nuansa demokrasi, siswa bebas menyampaikan gagasan-gagasan
dalam berpendapat dan saat itulah seorang guru membawa siswa ke dalam dunia
guru.
Di dalam kelas seorang guru bertugas membantu siswa mencapai
tujuannya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi ketimbang memberikan
informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang berkerja sama
untuk menemukan sesuatu yang baru berupa pengetahuan dan ketrampilan bagi
anggota kelas. Guru harus mempunyai ‘kemampuan trik” sendiri dalam mengajar,
guru yang cermat selalu mencari ide dan teknik baru untuk diterapkan di depan
kelas.
Sekolah adalah sebuah sistem kehidupan yang menciptakan lingkungan
belajar dimana bagian-bagian dari sistem itu berada dalam sebuah jaringan
hubungan, prinsip saling ketergantungan dalam segalanya sehingga memungkinkan
siswa akan membuat hubungan yang bermakna dalam pemikiran kritis dan kreatif.
Dengan demikian siswa diharapkan mengerti apa sebenarnya makna
belajar, apa manfaatnya, dalam setatus apa mereka, dan bagaimana pencapaiannya,
mereka sadar yang mereka pelajari nantinya akan menjadi berkal dan berguna
bagi kehidupannya.
Menurut Nurhadi dalam bukunya
Saiful Sagala dalam pelaksanaan pendekatan CTL
di kelas mempunyai 7 (tujuh) komponen utama yaitu: Pertama konstuktivisme
(contructivism) merupakan landasan berfikir dari pendekatan kontekstual, yaitu
pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep
atau kaedah yang siap diambil dan diingat, tetapi mengkonstruksi ilmu
pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh sebab itu siswa
dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu dan bergelut dengan ide.
Guru bertugas menfasilitasi proses
tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa,
(2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3)
menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Kedua; menemukan (Inguiry) yang
merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran, siswa diharapan mendapatkan
pengetahuan dan ketrampilan bukan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta
tetapi hasil dari menemukan sendiri, sedangkan dalam kegiatan menemukan
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) merumuskan masalah, (2)
mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam
tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lainnya, (4) mengomunikasikan
atau menyajikan hasil kaya pada pembaca, teman, guru atau audien yang lain. Ketiga; bertanya
(Questioning) yang merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimibing, dan
menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian
penting dalam melaksanakan pembelajaran, karena bertanya berguna untuk: (1) menggali informasi, (2)
mengecek pemahaman siswa, (3) membangitkan respon. (4) mengetahui
keingintahuan, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui,(6) memfokuskan
perhatian siswa pada sesuatu, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan
dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Keempat;
masyarakat belajar (Learning Community) merupakan suatu konsep yang menyarankan
agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil
belajar merupakan sharing antara teman, antar kelompok, dan guru disarankan
melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya
heterogen. Masyarakat belajar dapat terjadi jika ada proses komunikasi dua
arah, kegiatan saling belajar dapat terjadi apabila tidak ada pihak yang
dominan dalam komunikasi, tidak ada yang segan untuk bertanya, tidak ada pihak
yang paling tahu, semua pihak mau saling mendegarkan. Kelima;
pemodelan (Modeling) yang dapat memberi peluang yang besar guru untuk memberi
contoh cara menyelesaikan sesuatu dengan demikian guru memberi model tentang
bagaimana belajar tetapi guru bukan satu-satunya model, model dapat dirancang
dengan melibatkan siswa dan seorang siswa dapat ditunjuk sebagai model
teman-temannya. Keenam; refleksi (reflection) merupakan cara
berfikir apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang apa yang sudah
dilakukan dalam belajar dimasa lalu. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari
proses belajar. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara
pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru dengan
demikian siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa
yang baru dipelajarinya. Ketujuh; penilaian yang sebenarnya
(Authentic Assessment) yang merupakan proses pengumpulan berbagai data yang
dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran tentang kemajuan
belajar siswa diperoleh disepanjang proses pembelajaran, oleh sebab itu
assessment bukan dilakukan diakhir periode pembelajaran. Penilaian bukan hanya
dapat dilakukan guru tetapi dapat juga
teman lain atau orang lain. Penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan
pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun keterkaitan dan kerja sama
dan menanamkan tingkat berfikir yang lebih tinggi. Penilaian autentik mengajak
para siswa untuk mengunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata
untuk tujuan yang bermakna.
Dari pendapat di atas, penerapan CTL dalam kelas secara garis besar
dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:(1). Mengembangkan
pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara kerja sendiri,
menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan
barunya. (2). Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik. (3).
Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. (4). Menyiptakan
masyarakat belajar dalam kelompok-kelompok. (5). Menghadirkan model sebagai
contoh pembelajaran. (6). Melakukan refleksi disetiap akhir pertemuan. (7).
Melakukan penilaian yang sebenarnya.
Pembelajaran dan pengajaran kontektual akan berhasil karena sasaran
utamanya adalah mencari makna dengan menghubungkan pekerjaan akademik dengan
kehidupan keseharian dan berbagai elemennya yang didasarkan pada tiga prinsip
alam yaitu saling ketergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri
(Capra, 1996;Johnson &Broms,2000; Margulis &Sagan,1995; Swimme &
Berry,1992).
3. Metode Penelitian
Metodologi adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai suatu
tujuan (menemukan dan mengembangkan) serta menguji kebenaran. Dalam penelitian
ini metode digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif karena data yang
diperoleh berupa angka-angka, yang kemudian akan diolah, ditafsirkan dan
disimpulkan.
Pengumpulan data digunakan tes sebagai metode pokok,untuk memperoleh
data primer digunakan tes , tes tersebut terdiri 40 item yang telah diuji cobakan yang kondisi alat
ukur tersebut adalah valid dan reliabel. Teknik
analisis data digunakan pengujian selisih rata-rata observasi
berpasangan, yang mempunyai variabel acak pertama yaitu sebelum pelaksanaan
pendekatan Contextual Teaching and
Learning (x) dan variable acak kedua
yaitu sesudah pelaksanaan pendekatan Contextual
Teaching and Learning (y), dengan rata-rata dan rata-rata dengan sample acak berukuran n1 = n2 didapat sampel (x1, x2,
. . . xn) dan (y1,y2,... yn) dengan
pasangan (xi,yi) didapat selisih pasangan Bi
=(xi – yi). Selisih rata-rata = – , dan diuji dengan
rumus yaitu:
dan
dimana dk = n –1 dengan taraf signifikan 5% dan 1%.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA
Adiguna Bandar Lampung kelas X tahun pelajaran 2007/2008 yang terdiri dari 6
kelas dengan jumlah 246 siswa. Untuk
keperluan penelitian diambil sampel secara random yang berjumlah 40 siswa.
4. Hasil Dan Pembahasan
Dari data yang diperoleh
sebelum dan setelah diterapkan pendekatan CTL kemudian diolah dan dari hasil
pengolahan data didapat :
∑B = 157 ; ∑ = 1800,25 ; n
= 40
= = 3,295
= 46,150381
= 6,7934
thit =
=
= 3,068
Untuk dk = n – 1 = 39 dengan
taraf signifikan 5% nilai ttab terletak pada interval
2,04 –2,02 dengan dk antara dk =
35 dan dk = 40, dan untuk taraf signifikan 1% nilai ttabel
terletak pada interval 2,46 – 2,42.
Dengan interpolasi didapatkan nilai ttabel
= 2,032 untuk taraf singifikan 5%,
dan untuk taraf signifikan 1% didapatkan nilai ttabel = 2,424.
Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel
(hasil interpolasi baik untuk taraf 5% maupun 1%) ternyata nilai thitung lebih besar dari pada ttabel ,
yaitu:
2,424< 3,068 > 2,032
Interprestasi
hasil pengujian berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa
pendekatan Contextual Teaching and
Learning berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil belajar
matematika, baik untuk taraf signifikan 5% maupun 1%.
Dengan
demikan pendekatan CTL adalah merupakan sebuah sistem belajar yang menyakinkan
dapat menujukkan efektifitas yang nyata untuk membantu siswa mencapai
keunggulan menangkap makna dalam materi akademik dan tugas-tugas yang dikaitkan
dengan informasi baru dengan mengkaitkan pengetahuan dan pengalaman yang telah
mereka terima sebelumnya. Keberhasilan pendekatan CTL beralasan karena sesuai
dengan nurani manusia yang selalu haus akan makna. Sebuah kelas dikatakan
menggunakan pendekatan kontektual jika menerapkan komponen-komponen utama
pembelajaran efektif di dalam pembelajarannya, dalam CTL guru berperan sebagai fasilitator yang
selalu membantu siswa menemukan makna.
5. Penutup
Penelitian
ini menjawab permasalahan yang diajukan yaitu pendekatan CTL berpengaruh
terhadap hasil belajar siswa untuk taraf signifikan 5% maupun taraf signifikan
1%. Dengan demikian, bahwa pendekatan CTL adalah sebuah strategi pembelajaran
sebagamana strategi pembelajaran yang lain, kontektual dikembangkan dengan
tujuan untuk membantu siswa agar lebih
produktif dan mencapai keunggulan
menangkap makna dalam materi akademik dan tugas-tugas yang dikaitkan dengan
informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka terima
sebelumnya. Keberhasilan pendekatan CTL beralasan karena sesuai dengan nurani
manusia yang selalu haus akan makna. Hal ini menginformasikan bahwa pendekatan
kontekstual akan memberikan perwujudan yang berarti terhadap hasil belajar
siswa. Untuk penyampaian maksud dan tujuan peningkatan hasil belajar siswa maka
disarankan sebagai berikut: (1) guru pandai-pandai memilik pendekatan yang
memberikan makna kepada siswa untuk mengembangkan potensi intelektualnya. (2)
Agar materi yang disajikan lebih bermakna bagi siswa maka guru dituntut
menciptakan suasana kelas yang santai, menyenangkan dan penuh rasa demokrasi.
DAFTAR RUJUKAN
Elaine B. Johnson, 2002. Contextual Teaching dan
Learning. California
Max A. Sobel dan Evan M. Maletsky, 2001. Mengajar Matematika. Erlangga Jakarta
Ridawan Riduwan, 2004 , Belajar Mudah
Penelitian. Alpabeta Bandung
Sujana, 1989. Metode
Statistika, Tarsito, Bandung
Syaiful Sagala, 2006, Konsep
dan Makna Pembelajaran, Alpabeta Bandung
thanks :-)
BalasHapus