PENGARUH
MODEL PROBLEM BASED LEARNING(PBL)
TERHADAP
HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Eksperimen
di SMA Adiguna Bandar Lampung)1
Buang
Saryantono*
Dosen PNSD pada STKIP PGRI Bandar
Lampung
Abstrak: Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih
tinggi atau sama dengan rata-rata hasil belajar siswa yang mengunakan model
pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini kelas X SMA Adiguna Bandar
Lampung yang terdiri dari 5 kelas, sedangkan sampel diambil dua kelas, yaitu
kelas X.2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.3 sebagai
kelas kontrol. Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel adalah Cluster Random Sampling dengan cara
mengundi jumlah kelas yang menjadi populasi. Teknik mengumpulkan data
menggunakan tes yang terlebih dahulu telah diuji validitas dan reliabilitasnya.
Hipotesis dari penelitian ini adalah
rata-rata hasil belajar yang menggunakan PBL lebih tinggi dibandingkan
dengan model pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk menganalisis data dalam
pengujian hipotesis digunakan rumus t. Berdasarkan hasil perhitungan rumus
statistik t didapat t hitung = 3.76. Sedangkan nilai t tabel pada
taraf signifikan 5% dengan dk =86 didapat t(0.975)(86) = 1,99. Dengan
demikian terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa yang
mengikuti pembelajaran PBL dibandingkan dengan siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional. Ini berarti bahwa hasil rata-rata hasil belajar matematika
yang pembelajarannya menggunakan model PBL lebih tinggi dibandingkan dengan
siswa yang tidak menggunakan model PBL.
Kata Kunci: PBL, hasil belajar
Salah satu tujuan pembelajaran aspek yang harus diperhatikan oleh guru adalah aspek
pengembangan dalam diri siswa yakni kemampuan berpikir dan ketrampilan. Seorang siswa bila memiliki kemampuan
berpikir yang lebih baik akan menerima materi pelajaran dengan baik pula dan
lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam pembelajaran matematika banyak keluhan dari guru karena kemampuan
siswa rendah dalam menerapkan konsep matematika, ini dimungkinkan banyaknya
kesalahan siswa dalam memahami konsep matematika yang mengakibatkan kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal
yang berakhir hasil belajar siswa menjadi rendah, baik dalam ulangan harian maupun ujian
semester.
Rendahnya mutu pembelajaran matematika ini dapat
diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran, yang dapat berasal dari siswa,
guru maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengisyaratkan
agar dalam proses pembelajaran menyenangkan dalam suasana pembelajaran yang
aktif, kreatif dan efektif (PAKEM).
[
Model
pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya
kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga mengakibatkan siswa akan
merasa bosan dan kurang berminat untuk belajar. Untuk mengatasi hal tersebut
maka guru harus selalu meningkatkan kualitas profesionalisme agar siswa dapat
belajar mandiri dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan
melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran.
Model PBL dikembangkan dari
pemikiran nilai-nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerja sama dan
menghargai keanekaragaman di masyarakat. Dalam pembelajaran guru harus dapat
menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri
proses demokrasi dan proses ilmiah. Medel PBL merupakan jawaban terhadap
praktek pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial
masyarakat. Selain itu pembelajaran model PBL pada dasarnya merupakan
pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok.
Selain itu model PBL digunakan
untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada
masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Peran guru dalam model
PBL adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan dialog. Model PBL
tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar model
PBL terdiri dari penyajian kepada siswa situasi masalah yang bermakna dan dapat
memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan secara
berkelompok
Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM) yang ditetapkan di SMA Adiguna Bandar Lampung adalah 65, sedangkan KKM yang dicapai siswa baru
mencapai 55%. Untuk itu perlu suatu cara
untuk memperbaiki hasil belajar dengan cara mengujicobakan suatu model yaitu
model PBL. Dengan demikan rumusan
masalah yang ajukan adalah ”Apakah ada pengaruh model
Problem Based Learning terhadap hasil belajar matmatika siswa?”
DESKREPSI TEORITIS
1. Model Problem Based Learning
Model PBL merupakan model
pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama
dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah didunia nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingin
tahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. Model PBL menyiapkan siswa
untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan
menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
[
Model PBL didesain dalam
bentuk pembelajaran yang diawali dengan struktur masalah real yang berkaitan
dengan konsep-konsep matematika yang akan diajarkan, siswa tidak hanya sekedar
menerima informasi dari guru saja tetapi guru harus memotivasi dan
menfasilitasi dan mengarahkan siswa agar terlibat secara aktif dalam seluruh
proses pembelajaran.
Model PBL memiliki
karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks
belajar bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari
materi pelajaran. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL siswa
akan lebih mudah mempelajari materi yang diajarkan.
Teori-Teori Belajar yang berkaitan dengan PBL antara lain adalah teori
belajar konstruktivisme dan teori Jerome S. Bruner. Dalam teori belajar konstruktivisme lebih ditekankan bahwa
guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi
peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Dengan
kata lain, guru mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar
menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar dan menemukan pengetahuannya
sendiri. Menurut Hudoyo (dalam
Sutiarso, 2000 : 630) menyatakan bahwa belajar matematika itu merupakan proses
membangun/ mengkonstruksi pemahaman seseorang sesuai dengan kemampuan yang
dimilikinya. Sedangkan pendekatan konstruktivis
dikatakan oleh Slavin (1994 : 225) bahwa : “Constructivist
approaches to teaching emphasized top down rather than bottom up instruction.
Top down means that students begin with complex problem to solve and then work
out or discover (with teacher’s
guidance) the basic skill required. This top down processing opproach is
contrasted with the traditional bottom up strategy in wich basic skill
gradually built into more complex skill”. Ini menunjukkan bahwa, pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran
lebih menekankan pembelajaran top down
dari pada botom up. Top down berarti siswa mulai dari masalah kompleks untuk dipecahkan
kemudian siswa memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru)
keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan top down ini berlawanan dengan strategi bottom up tradisional, pendekatan bottom up dimulai dari keterampilan
dasar secara bertahap dibangun menjadi keterampilan yang lebih kompleks. Selanjutnya Suparno (1997 : 73)
mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar konstruktivisme,
adalah sebagai berikut : pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, tekanan
dalam proses belajar mengajar terletak pada siswa, mengajar adalah membantu
siswa belajar, proses belajar mengajar lebih ditekankan pada proses bukan pada
hasil akhir, dan guru adalah fasilitator.
Sedangkan menurut teori Bruner
dalam Nasution (1982 : 9) menyatakan bahwa
dalam proses belajar, peserta didik menempuh tiga fase, yaitu : (1) fase
informasi (tahap penerimaan materi), (2) fase transformasi (tahap pengubahan
materi), dan (3) fase evaluasi (tahap penilaian materi). Dalam fase informasi,
siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah informasi atau keterangan mengenai
materi yang sedang dipelajari. Diantara informasi yang dipelajari itu, ada yang
sama sekali baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah,
memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Fase
transformasi, informasi yang telah
diperoleh, harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam bentuk yang
lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih
luas. Pada fase evaluasi, siswa akan
menilai sendiri sejauh mana pengetahuan (informasi) yang telah diperoleh dan
ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau
memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut Ibrahim & Nur (dalam Nurhadi dkk, 2002:2) Pembelajaran Problem Based Learning dikenal dengan nama lain
seperrti Project-Based Learning
(Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based
Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik) dan Anchored Instruction (Pembelajaan berakar pada dunia nyata)”.
2. Pelakasanaan Problem Based Learning
Peran guru
dalam model PBL adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan
memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran metode PBL tidak dapat
dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas lebih kritis yang
memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Untuk itu guru harus
memiliki pengetahuan yang mendalam tentng matematika sehingga mampu mengarahkan
siswa menerapkan pengetahuannya dalam berbagai situasi masalah.
Tahapan model PBL sangat terkait dengan stategi pemecahan masalah yang dikemukakan
Polya. Secara garis besar tahapan-tahapan dalam pembelajaran PBL terdiri dari
lima tahapan sebagai berikut:
a.
Orientasi
siswa pada masalah
Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaan, menjelaskan bahan dan
alat-alat yang diperlukan, memotivasi siswa supaya telibat secara aktif pada
aktivitas pemecahan masalah.
b.
Mengorganisasi
siswa untuk memahami masalah
Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk memahami masalah yaitu dengan
cara mengidentifikasi apa yang ditanyakan, data-data yang terdapat pada
masalah, syarat atau kondisi yang harus dipenuhi, dan menyatakan kembali
masalah asli dalam bentuk yang operasional.
c.
Membimbing
penyelidikan dan merencanakan penyelesaian
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan informasi
yang diperlukan untuk menyusun rencana penyelesaian masalah.
d.
Melaksanakan
rencana penyelesaian dan mengecek kembali hasil penyelesaian
Pada tahap ini guru memandu siswa dengan mengajukan pertanyaan atau
petunjuk singkat ketika siswa menjalankan renacana penyelesaian maupun ketika
mengecek hasil penyelesaian.
e.
Diskusi
kelas untuk membahas hasil penyelesaian
Pada tahap ini guru mengorganisasi kelompok-kelompok yang harus tampil
melaporkan hasil kerja mereka di depan kelas. Guru merekomendasi kelompok yang
akan tampil berdasarkan berdasarkan strategi pemecahan masalah yang benar atau
juga menampilkan kelompok yang prosedur penyelesaiannya keliru. Pada diskusi
kelas ini guru memberikan penekanan-penekanan pada konsep matematika yang
muncul dari penyelesaian dan bersama-sama siswa membuat kesimpulan dari poses
dari hasil penyelesaian.
3. Hasil Belajar
Belajar pada prinsipnya
merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi siswa
dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau
tanpa sengaja dirancang. Tercapainya tujuan
belajar dapat dilihat dari tingkat keberhasilan siswa. Belajar merupakan
berubah, dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa belajar berarti usaha merubah
tingkah laku, cara berfikir dan kepribadian.
“Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui
kegiatan belajar” Abdurrahman (2003:37). Belajar itu sendiri merupakan suatu
proses dari seseorang yang berusaha
untuk memperoleh suatu bentuk perubahan tingkah laku yang relatif menetap. Anak yang berhasil belajar adalah yang
berhasil mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar merupakan hasil
dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Dari sisi guru,
tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi
siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Dimyati dan Mujiono (2002:3).Sedangkan
nilai yang diperoleh waktu ulangan bukanlah meng-gambarkan partisipasi, tetapi
menggambarkan hasil belajar. Arikunto (2001: 57)
Berdasarkan uraian di atas
hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, dikuasai, atau dimiliki oleh
siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung yang dapat ditunjukkan dengan
nilai-nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes.
Tes merupakan kegiatan yang
dilakukan siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam
bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tertulis) atau dalam bentuk
perbuatan (tes tindakan). Sudjana (2001 : 86)
Berdasarkan pendapat di
atas tes pada umumnya digunakan untuk
menilai hasil belajar siswa terutama
hasil belajar kognitif, tes dapat digunakan sebagai penentuan tingkat pencapaian
siswa.
4. Kerangka Pikir
Model Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berfikir kritis dan keterampilan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Model PBL akan memungkin siswa
lebih mengerti dan memahami suatu konsep atau aturan (rumus) matematika, karena
mereka menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata. Dengan demikian siswa
akan berpikir kritis dalm memecahkan masalah pelajaran matematika. Sehingga
siswa akan mendapat hasil belajar yang maksimal.
Pembelajaran dengan model PBL
membuat siswa lebih terpacu semangatnya dan rasa ingin tahu siswa menjadi lebih
besar terhadap materi yang dipelajari dan pembelajaran ini terpusat pada guru
dan siswa sehingga siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajan. Dengan
demikin, diharapakan dengan model PBL dalam proses pembelajaran siswa hasil
belajar akan meningkat.
5. Hipotesis
Hipotesis dirumuskan berdasarkan teori dari kerangka pikir adalah hasil
belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model Problem Based Learning lebih tinggi dari
rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model konvensional.
MODEL PENELITIAN
1.
Variabel Penelitian
Model Problem Based Learning merupakan variabel yang mempengaruhi atau
variabel bebas dan kemudian disebut variabel X, sedangkan hasil belajar
matematika siswa merupakan variabel yang dipengaruhi atau variabel bebas dan
kemudian disebut variabel Y.
Agar setiap
variabel dapat diukur dan diamati, maka perlu didefenisikan sebagai berikut:
(a) Model PBL yaitu suatu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran. (b) Hasil belajar merupakan suatu yang diperoleh, dikuasai, atau
dimiliki oleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung yang dapat
ditunjukkan dengan nilai-nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes.
[[
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini
siswa kelas X semester genap SMA Adiguna Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2008/2009 yang terdiri dari 5 kelas dengan jumlah siswa 231 orang. Sedangkan
sampel menggunakan dua kelas, yaitu kelas eksperimen (X.2) dan kelas
kontrol (X.3). Pengambilan kedua kelas diambil secara acak dengan teknik “cluster random
sampling”.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data hasil
belajar siswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar digunakan tes. Tes
berupa tes uraian dengan 10 item yang sebelumnya telah diuji validitas dan
reliabilitasnya. Dari hasil
perhitungan uji validitas dan reliabilitas tes yang terdiri dari 10 item terebut
diujicobakan kepada 20 siswa di luar responden dengan hasil untuk item nomor 1
sampai nomor 10 berturut-turut didapat
nilai adalah 0.597, 0.681, 0.601, 0.597, 0.597, 0.944, 0.639,
0.672, 0.588, 0.860, 0.718 dan hasil berturut-turut adalah
3.158, 3.945, 3.194, 3.157, 12.139, 3.391, 3.851, 3.264, 7.155, 4.378 sedangkan
didapat 2.10 . Dari seluruh
item tes dinyatakan valid karena > . Sedangkan dari perhitungan
uji reliabilitas alat ukur diperoleh. Dengan demikian jika r11 dikonsultasikan pada
koefisien korelasi, alat ukur tersebut memiliki reliabilitas sangat tinggi
karena terletak pada interval 0.800 – 1.00.
HASIL DAN PEMBAHAAN
Distribusi
hasil belajar tersebar dari dua kelompok
responden. Kelompok responden yang menggunakan model PBL dalam hal ini disebut
kelas eksperimen yang berjumlah 43 responden dengan hasil terrendah 45, tertinggi 83
dengan rata-rata hitung hitung 68.74, median 68.25, modus 66.17 dan
simpangan baku 7.55 sedangkan pada kelas kontrol dalam hal ini yang mengunakan
model konvensional berjumlah 45 siswa dengan hasil terrendah 48, tertinggi 79 dengan rata-rata 61.90,
median 62.23, modus 63.50,
dan simpangan baku 9.35.
Sebelum
diadakan pengujian hipotesis terlebih diadakan uji prasyarat yaitu uji
normalitas dan uji homogenitas untuk data pada kelas eksperimen maupun kelas
kontrol. Untuk melakukan pengujian kenormalan
digunakan rumus statistik , dengan hasil perhitungan pada data kelas
eksperimen diperoleh = 2.976, sedangkan pada kelas kontrol diperoleh . Untuk = 0.01 dilihat pada
tabel didapat . Ini menunjukkan kedua data berdistribusi normal karena 2 ≤ 2 (0.99)(2)
Untuk uji
homogenitas digunakan rumus:
Varians terbesar adalah yang
hasil belajar yang mengunakan model konvensional didapat, sedangkan Varians terkecil adalah hasil belajar yang
menggunakan model PBL didapat . Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh. Untuk diperoleh F(.0,05) (42.44) = 1.66 dan untuk diperoleh F (.0,01) (42.44) = 2.06. Dari hasil perhitungan tersebut
ternyata Fhit < Fdaf ini berarti kedua data mempunyai varians yang
sama atau kedua data homogen..
Untuk menguji hipotesis rumus
statistik yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah :
t = dimana:
Pada kelas eksperimen didapat:. Pada kelas kontrol , sedangkan untuk simpangan baku gabungan (s) didapat 8.52, sehingga diperoleh harga t = 3.76.
Untuk melihat kesamaan dua
rata-rata hasil belajar matematika siswa antara yang menerapkan model PBL
dengan menggunakan model konvensional yang digunakan kriteria pengujian adalah terima
Ho jika –t(1-1/2)< t <t(1- ½ ), dengan dk = n1+n2–1. Pada
taraf signifikan 5% dengan dk = 86 didapat t(0,975) = 1.99.
Oleh karena nilai t hitung
sama dengan 3.76 dan nilai t tabel sama dengan 1.99, berarti kriteria uji terima Ho tidak terpenuhi sehingga Ho ditolak
dan terima Ha. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata
perestasi belajar matematika antara siswa yang diajarkan mengunakan model PBL dengan menggunakan model
konvenional.
Pada awal bagian ini telah
dikemukakan bahawa rata-rata hitung skor
hasil belajar kelompok eksperimen adalah
68.74, sedangkan pada klompok kontrol skor rata-rata hail belajarnya adalah
61,90. Dengan demikian bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang
diajar menggunakan model PBL lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil
belajar matematika siswa yang mengguanakan model konvensional. Model PBL
memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai
konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
esensial dari materi pelajaran ensional.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Terdapat perbedaan yang signifikan pada
hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran PBL dibandingkan dengan siswa
yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Rata-rata hasil belajar matematika siswa
yang diajar menggunakan model PBL lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar
menggunakan model konvensional.
SARAN
1.
Model
PBL dapat dijadikan suatu alternatif pembelajaran yang perlu dipertimbangkan
untuk digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran matematika, karena model PPL
dapat melibatkan siswa secara aktif belajar dan dapat menimbulkan motivasi
belajar
2.
Kegiatan
pembelajaran dengan model PBL hendaknya perlu ditunjang dengan media
pembelajaran yang memadai agar siswa dapat memahami dengan mudah dalam suasana
menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 2003. Pendidikan
Bagi Anak kesulitan Belajar.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Hudoyo, Herman.
(1979). Pengembangan Kurikulum Matematika
Dan Pelaksanaannya Di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional
Hudoyo, Herman. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan KebudayaanMudjiono dan Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT.
Rineka Cipta
Polya, George. (1957). How to Solve It. [Online]. Tersedia:
Slavin, Robert
E. (1994). Educational Psychology: Theory Into Practice. Fourth Edition.
Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers.
Sudjana. 2002. Model
Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar di
Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Nasution,
S. (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi
Pertama. Jakarta : Bina Aksara.
Nurhadi, dkk 2004. Pembelajaran
Kontekstual dan penerapannya dalam KBK.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar