PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA
Buang Saryantono
Dosen PNSD Kopetis Wilayah II pada STKIP PGRI Bandar Lampung
Abstrak. salah satu model pembelajaran kooperatif adalah
kooperatif tipe Teams Games Tournaments
(TGT), tipe ini memiliki karakteristik khas yaitu dengan adanya lomba antar
kelompok yang diharapkan mampu memotivasi siswa untuk belajar lebih giat karena
ada suatu hal yang baru dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap
hasil belajar matematika. Untuk mencari jawaban tujuan penelitian tersebut di
atas, diadakan penelitian eksperimen yaitu melakukan kegiatan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada SMP PGRI 3
Bandar Lampung. Sedangkan hipotesis yang diajukan adalah ada pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar .Untuk pengujian hipotesis
tersebut digunakan rumus ttes. Hasil perhitungan diperoleh ttes =
10,47. Pada tabel untuk = 5% maupun untuk = 1% berturut-turut adalah ttabel = t(0,95)
= 1,68 dan ttabel = t (0,99) = 2,42. Hal ini menunjukkan bahwa thitung >
ttabel baik pada taraf nyata 5% maupun 1%. Dengan demikian model
pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams
Games Tournament) berpengaruh terhadap hasil belajar matematika.
A. Pendahuluan
Matematika adalah salah satu mata
pelajaran yang diajarkan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan
tinggi. Selain itu, matematika merupakan ilmu dasar yang mempunyai peranan
penting untuk menguasai ilmu dan teknologi (IPTEK). Soedjadi (dalam Ainy, 2001
: 1) menyatakan bahwa : “Salah satu ilmu dasar yang mempunyai peranan penting
dalam penguasaan sains dan teknologi adalah matematika, baik aspek terapan
maupun aspek penalarannya. Oleh sebab itu proses pembelajaran matematika harus
terus dikaji dan diperbaiki sehingga dapat sesuai dengan kondisi peserta didik
dan tuntutan lingkungan.”
Dengan demikian sudah seharusnya proses pembelajaran matematika ditangani
lebih serius, guru sebagai pendidik perlu mempersiapkan tipe pembelajaran yang
terprogram agar peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih mantap.
Beberapa tahun terakhir pembelajaran matematika di sekolah mengalami
perubahan, diantaranya perubahan yang menitikberatkan dari situasi guru
mengajar menjadi situasi siswa belajar. Agar situasi ini cepat tercapai maka
guru harus dapat menggunakan strategi belajar mengajar yang cenderung lebih
banyak melibatkan siswa.
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Soedjadi (dalam
Kusaeri, 2002 : 2) bahwa “Betapa pun tepat dan baiknya bahan ajar matematika
yang ditetapkan belum menjamin akan tercapainya tujuan pendidikan. Salah satu
faktor penting dalam mencapai tujuan itu adalah proses belajar yang lebih
menekankan keterlibatan siswa secara optimal.”
Nilai rata-rata hasil belajar matematika kelas VII
SMP PGRI 3 Bandar Lampung pada hasil
belajar pada semester ganjil tahun
pelajaran 2008/2009 adalah 60,17. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran
matematika belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan
oleh SMP PGRI 3 Bandar Lampung yaitu sebesar 65. Rendahnya hasil belajar yang
diperoleh siswa disebabkan berbagai faktor, di antaranya metode, pendekatan, strategi
yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran atau ninat siswa itu sendiri
terhadap pelajaran matematika. Jika ditelusuri lebih lanjut ternyata strategi
yang diterapkan masih menekankan kepada situasi guru mengajar bukan situasi siswa belajar, meskipun metode
pembelajaran dengan kerja kelompok sudah mulai diterapkan. Namun demikian,
pembelajaran dengan kerja kelompok yang masih bersifat tradisional yakni
masing-masing kelompok memilih sendiri anggota-anggota kelompoknya kurang
membantu dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Kerja kelompok dengan memilih sendiri
anggota-anggota kelompok menye-babkan siswa dalam belajar kelompok kurang
memaksimalkan peran kerja kelompok. Kebanyakan siswa hanya berdiskusi
masalah-masalah mereka sendiri tetapi tidak mendiskusikan pelajaran secara
lebih mendalam. Kondisi ini menyebabkan siswa kurang mampu untuk berfikir
kritis terhadap masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep yang
dipelajarinya. Akibat lainnya adalah kurang termotivasinya siswa dalam proses
pembelajaran disebabkan tidak adanya pengetahuan baru yang diperoleh siswa.
Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya
pembelajaran yang dapat mengembalikan motivasi siswa terhadap pembelajaran
matematika, serta dapat membimbing siswa untuk berfikir kritis terhadap
masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep matematika yang sedang dipelajari.
Berdasarkan uraian pada latar
belakang masalah di atas, penulis memperoleh berbagai masalah yang dapat
diidentifikasikan antara lain :
1) Masih rendahnya hasil belajar matematika
2) Masih rendahnya motivasi dan aktivitas
siswa untuk dapat mengikuti pembelajaran matematika.
Berdasarkan latar belakang masalah maka penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada pengaruh model pembelajaran
kooperatif tipe Teams Games Tournaments
(TGT) terhadap hasil belajar matematika siswa SMP PGRI 3 Bandar Lampung tahun
pelajaran 2008 / 2009 ? “
B. Deskripsi
Teoritik
1. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT)
Kegiatan pembelajaran akan
terjadi jika ada interaksi atau komunikasi yang baik antara siswa sebagai
penerima pesan dengan guru sebagai sumber pesan. Hal tersebut sesuai dengan
pandapat Sardiman (2003 : 15) Yang mengatakan bahwa kegiatan belajar akan
terjadi jika ada interaksi atau komunikasi yang baik antara kedua belah pihak
sehingga akan memungkinkan siswa mencapai tujuan belajar yang optimal.
Interaksi atau komunikasi yang baik antara kedua
belah pihak akan terjadi apabila dilakukan suatu pembelajaran yang bersifat
kooperatif, karena pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk
pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivisme. Menurut Ainy (2001 : 11)
:”Pembelajaran kooperatif merupakan
strategi belajar dengan siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat
kemampuannya berbeda.” Hal serupa juga dikemukakan oleh Artz & Newman dalam
pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu
memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi¸ hakikat sosial dan penggunaan
kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Hal ini
sesuai dengan pendapat Eggen dan Kauchak yang menyatakan bahwa
“Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.”
(1996 : 279).
Menurut Slavin (1984)
menyatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran di
mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif
yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompoknya yang
bersifat heterogen. Selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari
kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas kelompok, baik secara
individual maupun kelompok. Hal serupa juga dikemukakan oleh (Johnson, et al.,
1994 ; Hamid Hasan, 1996) yang mengemukakan bahwa cooperative learning
adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam pengajaran yang memungkinkan siswa
bekeja sama untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya
dalam kelompok tersebut.
Menurut Ibrahim (2000:9) bahwa
“Esensi pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan
yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan
dan ketidakmampuan.”. Sedangkan menrut Stahl
(1994) mengatakan bahwa model pembelajaran cooperative learning
menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai
suatu hasil yang optimal dalam belajar. Keadaan ini mendorong siswa dalam
kelompoknya untuk belajar bekerja dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh
sampai dengan selesainya tugas-tugas individu dan kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah salah satu
tipe pembelajaran mudah diterapkan, yang melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya
dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan
permainan dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat
belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,
persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Pembelajaran kooperatif tipe
TGT yang memiliki karakteristik khas yaitu dengan adanya lomba antar kelompok
diharapkan mampu memotivasi siswa untuk belajar lebih giat karena ada suatu hal
yang baru dalam pembelajaran yang pada hakikatnya telah menjadi kebiasaan
sehari-hari.
Aktivitas belajar dengan permainan atau
game yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif
tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan
tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Pembelajaran kooperatif tipe Teams
Games Tournament (TGT) memiliki komponen-komponen yaitu :
1. Prersentasi
Kelas. Guru menerangkan
garis besar materi di depan kelas dan siswa memperhatikan dengan seksama.
Selama presentasi kelas berlangsung, setiap siswa harus benar-benar
memperhatikan penjelasan guru ataupun temannya. Hal ini akan sangat membantu
keberhasilan siswa saat turnamen.
2. Team. Siswa didistribusikan menjadi
kelompok-kelompok (team) kecil yang heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5
orang siswa. Fungsi team adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman
kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja
dengan baik dan optimal pada saat permainan.
3. Permainan. Permainan dibuat berdasarkan pertanyaan-pertanyaan
yang telah dirancang sedemikina rupa untuk menguji pengetahuan yang didapat
siswa melui penyajian di kelas maupun belajar kelompok. Permainan tersebut
diberi nomor, kemudian siswa memilih nomor kartu game dan menjawab pertanyaan
yang ada pada nomor itu. Siswa yang menjawab benar pertanyaan itu akan mendapat
skor.
4. Turnamen. Biasanya turnamen dilakukan pada akhir
minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan
kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. Turnamen pertama guru membagi siswa ke
dalam beberapa meja turnamen. Tiga siswa tertinggi prestasinya dikelompokkan
pada meja I, tiga siswa selanjutnya pada meja II dan seterusnya.
5. Penghargaan
Team. Team yang
memenangkan dalam turnamen akan mendapat penghargaan dapat berupa sertifikat
atau hadiah seuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Team mendapat julukan
“Super Team” jika rata-rata skor 45 atau lebih, “Great Team” apabila rata-rata
mencapai 40-45 dan “Good Team” apabila rata-ratanya 30-40.
PENINGKATAN
PEROLEHAN POIN DALAM SUATU KELOMPOK
Peningkatan
|
Penghargaan
|
40 poin
45 poin
50 poin
|
Good team
Great team
Super team
|
(Sumber : Slavin, 1995)
2. Pengertian
Hasil Belajar
Hasil belajar siswa diperoleh
setelah berakhirnya proses pembelajaran. Berkenaan dengan hasil belajar,
Dimyati dan Mudjiono (1994 : 3) menyatakan : “Hasil belajar merupakan hasil dari
suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak
mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil
belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar.”
Hasil belajar adalah hasil
yang dicapai setelah proses pembelajaran berlangsung dalam bentuk tingkah laku
untuk mencapai tujuan. Hasil belajar merupakan evaluasi dari proses
pembelajaran. Proses belajar dapat berjalan dan berhasil dengan baik, jika guru
dan siswa mampu menjalankan komunikasi yang harmonis dan keduanya saling
mendukung. Keberhasilan proses belajar mengajar yang ditandai dengan kemampuan
guru menumbuhkembangkan kesadaran peserta didik untuk belajar, sehingga hasil
yang didapat siswa memuaskan.
3. Kerangka Berpikir
Pencapaian tujuan pembelajaran
diperukan suatu proses belajar yang menekankan keterlibatan siswa secara
optimal. Kegiatan belajar mengajar akan terjadi jika ada interaksi atau
komunikasi yang baik antara siswa sebagai penerima pesan dengan guru sebagai
sumber pesan. Interaksi atau komunikasi yang baik antara kedua belah pihak akan
terjadi apabila dilakukan suatu pembelajaran yang bersifat kooperatif, karena
pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan
faham konstruktivisme.
Konstruktivisme berpandangan
bahwa pengetahuan diperoleh langsung oleh siswa berdasarkan pengalaman dan
hasil interaksi dengan lingkungan sekitar. Dalam proses pembelajarannya lebih
ditekankan pada model belajar kolaboratif. Dengan kata lain, siswa belajar dalam
kelompok tidak seperti pada pembelajaran konvensional, bahwa siswa belajar
secara individu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa seorang siswa tidak
hanya belajar dari dirinya sendiri, melainkan juga belajar dari orang lain.
Pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, pembelajaannya melibatkan
aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran
siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement.
Aktivitas belajar dengan permainan dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan
siswa dapat belajar lebih rileks di samping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.
Penerapan
model pembelajaran kooperatif TGT memberi aturan dan strategi untuk bersaing sebagai individu setelah
bekerja sama dengan kelompoknya sendiri. Bersama anggota kelompoknya, siswa
saling membangun kebebasan dan kepercayaan sehingga menumbuhkan rasa percaya
diri untuk menyelesaikan turnamen. Pada hakikatnya, model pembelajaran
kooperatif khususnya tipe TGT merupakan
suatu model pembelajaran inovatif yang berorientasi konstruktivisme yang mampu
menciptakan sesuatu yang baru dari pengalaman belajar siswa yang bertujuan
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa untuk mampu bersaing antar
kelompoknya masing-masing untuk dapat menjadi kelompok yang terbaik. Motivasi
inilah yang memegang peranan penting bagi siswa mampu meningkatkan hasil
belajarnya.
4. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan
kerangka pikir dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ada pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) terhadap hasil
belajar matematika siswa
C. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan
pada siswa SMP PGRI 3 Bandar Lampung kelas VIII. Penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh antarvariabel yaitu pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe TGT terhadap hasil belajar.
Variabel penelitian ini tediri dari variabel bebas
yaitu model pembelajaran kooperatif tipeTGT dan variabel terikat adalah
hasil belajar. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VIII , populasi tersebut tersebar dalam 4 kelas.
Sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil 2 (dua) kelas yaitu kelas VIII.A dan kelas VIII C dengan teknik sampling “cluster
random sampling”.
Untuk pengumpulan data dalam
penelilitian ini digunakan teknik tes dan untuk melengkapi data yang pendukung dengan
observasi. Data di analisis dengan mengunakan rumus t, sebelum diuji terlebih
dahulu dilakukan uji prasarat analisis meliputi uji normalitas dan uji
homoginitas.
D. Hasil Dan Pembahasan
1. Hasil
Distribusi hasil belajar
tersebar dari dua kelompok responden.
Kelompok responden yang menggunakan tipe TGT dalam hal ini disebut kelompok
pertama ada 38 responden dengan hasil terrendah 50 dan tertinggi 90 dengan
rata-rata hitung 71,40 median 68,60 modus 67,30 dan simpangan baku 10,2
sedangkan pada kelompok responden kedua tidak menggunakan TGT (konvensional)
dalam hal ini disebut kelompok 2 berjumlah 39 siswa dengan hasil terrendah 45 dan tertinggi 80 dengan rata-rata 64,30
median 64,20 modus 56,90 dan simpangan
baku 9,70.
Pengujian Prasyarat
Analisis
Uji Normalitas
Untuk melakukan uji normalitas digunakan rumus
statistik ::
2 = (Sudjana, 2002 :
273)
Kriteria pengujian tolak Ho jika 2hit > 2(1 - ) (k – 1) dengan = taraf nyata untuk pengujian.
Hasil perhitungkan pada kelas eksperimen
(menggunakanTGT) didapat2 = 2,717, sedangkan
2tabel =11,3. Ini menunjukkan bahwa data
kelas tersebut berdistribusi normal. Sedangkan pada kelas yang tidak
menggunakan TGT didapat harga 2 = 2,457, pada 2 tabel =
11,3. Ini menunjukkan bahwa data kelas tersebut
juga berdistribusi normal.
Uji Homoginitas Varians
Untuk menguji Homoginitas Varians digunakan rumus
Fhit =
Dengan Kriteria Uji : Tolak Ho jika F >
F ½ (V1, V2 )
Hasil perhitungan didapat Fhit = 1,11
dan pada F 0,01 (37, 38 ) =
2,22 . Berdasarkan kreteria uji ternyata Ho diterima yaitu berasal dari varian
yang sama.
Pengujian Hipotesis
Untuk menguji hipotesis, digunakan
rumus statistik yaitu rumus ttes :
Rumus ttest = ,dimana s2
= dan dk = n1+n2
– 2
Hasil perhitungan diperoleh ttes
= 10,47.
2. Pembahasan
Selisih nilai rata-rata (mean)
dari kedua kelompok yaitu yang
menggunakan tipe TGT dengan yang tidak menggunakan TGT adalah 7,10 dari (71,40
– 64,30). Secara keseluruhan dari dua
kelompok data digambarkan dalam tabel sebagai berikut:
|
Penyebaan Skor
|
Mean ()
|
Median (Me)
|
Modus (Mo)
|
Standar Deviasi (s)
|
Kelompok 1
|
90 - 50
|
71,40
|
68,60
|
67,30
|
10,20
|
Kelompok 2
|
45 - 85
|
64,30
|
64,20
|
56,90
|
9,70
|
Hasil perhitungan diperoleh ttes
= 10,47. Pada tabel untuk = 5% maupun untuk = 1% berturut-turut adalah ttabel = t(0.95)
= 1,68 dan ttabel = t (0.99) = 2,42. Hal ini menunjukkan
bahwa thitung > ttabel baik pada taraf nyata 5% maupun
1%. Dengan demikian model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) berpengaruh
terhadap hasil belajar matematika.
Terbuktinya hipotesis yang
diajukan ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan suatu model pembelajaran inovatif
yang berorientasi konstruktivisme yang mampu menciptakan sesuatu yang baru dari
pengalaman belajar siswa. Model pembelajaran ini dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa yang mampu bersaing antar kelompoknya masing-masing untuk dapat
menjadi kelompok yang terbaik. Motivasi inilah yang memegang peranan penting
bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajarnya.
E. Penutup
Berdasarkan hasil pengolahan data nilai rata-rata yang menggunakan tipe
TGT adalah sebesar 71,40 sedangkan nilai rata-rata tidak menggunkan tipe TGT
sebesar 64,30. Selisih nilai rata-rata dari
kedua kelompok adalah 7,10.
Perbedaan nilai rata-rata dari kedua kelompok sebesar 7,10 yang diuji melalui uji hipotesis menunjukkan
bahwa model pembelajaran kooperatif
tipe TGT (Teams Games Tournament)
berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. Ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT
dalam proses pembelajaran dapat memberikan motivasi dan rangsangan kepada siswa
untuk lebih tertarik dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.
terima kasih sudah membantu saya sejauh ini...
BalasHapus