Kamis, 07 Februari 2013


KOSAKATA YANG BERSINONIM DAN
BERANTONIM DALAM BAHASA INDONESIA

Supriyono
STKIP PGRI Bandar Lampung

Abstraks: Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan kemampuan siswa menggunakan kosakata yang bersinonim dan berantonim dalam kalimat. Melalui kemampuan menggunakan kata yang bersinonim dan berantonim, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam mengunakan kosakata secara cermat dan tepat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana tingkat kemampuan siswa dalam menggunakan kosakata yang bersinonim dan berantonim. Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut, digunakan metode deskriptif kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dengan teknik tes. Populasi  penelitian ini berjumlah 118 orang siswa dan jumlah sampel penelitian penelitian ini ditetapkan  sebanyak 32 orang. Teknik sampling yang dipergunakan adalah teknik proporsional random sampling. Penganalisan data di dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan persentase.
Kemampuan siswa dalam menggunakan kata bersinonim dan berantonim dalam kalimat yang meliputi kata bersinonim berdasarkan distribusinya, kata bersinonim berdasarkan kelazimannya, kata bersinonim berdasarkan makna emotifnya dan kata bersinonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahannya memiliki rata-rata kemampuan dengan kategori yang sangat baik. Hanya satu dari empat indikator penilaian tersebut yang termasuk dalam kategori baik, yaitu mengenai kata bersinonim berdasarkan makna emotifnya. Kemampuan siswa menggunakan kata bersinonim berdasarkan distribusinya mencapai  77%, termasuk kategori tinggi. Kemampuan siswa menggunakan kata bersinonim berdasarkan kelazimannya sebanyak 79% dan termasuk dalam kategori tinggi. Kemampuan siswa dalam menggunakan kata bersinonim berdasarkan makna emotifnya mencapai 74% dengan kategori tinggi, sedangkan kemampuan siswa menggunakan kata bersinonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahan sebanyak 79% yang termasuk dalam kategori tinggi.

Kata kunci: Kata bersinonim, berantonim, makna emotif.

Kosakata Yang Bersinonim Dan  Berantonim Dalam Bahasa Indonesia.

PENDAHULUAN

Berbahasa secara efektif diarahkan untuk mencapai komunikasi yang cermat dan tepat dalam menggunakan kosa kata sehingga dapat dipahami dengan jelas oleh pendengar atau pembaca. Dalam bahasa tulis pembaca diharapkan mampu me-nyerap atau memahami isi dari rangkaian kata yang merupakan simbol gagasan dari penulisnya. Dalam bahasa lisan pendengar berusaha menangkap makna dari luncuran ujaran yang disampaikan oleh pembicara. Agar dapat berbahasa dengan efektif para pelaku tindak bahasa perlu penguasaan kosakata yang mencukui. Da-lam tindak bahasa pelaku perlu mengetahui bentuk kata yang digunakan, situasi, intonasi dan sebagainya.
Hal ini sangat penting karena, menguasai perbendaharaan kosakata secara memadai akan memudahkan pemakainya untuk mengutarakan pikiran dan keinginan dengan bahasa itu. (S. Effendi, 1995: 184). Salah satu kaidah yang perlu ditaati oleh pemakai bahasa adalah ketetapan penggunaan kata penghubung dalam kalimat. Seseorang yang kurang penguasaan kosakatanya, akan mengalami kesulitan dalam mengutarakan pikiran dan keinginannya. Pemakai bahasa perlu memahami aspek-aspek bahasa, seperti morfologi, sintaksis, makna kata atau semantik. Makna kata atau semantik sangat perlu dipahami oleh pemakai maupun penutur agar dapat memilih kata yang digunakannya untuk mewakili pikiran yang akan dinyatakannya.
Hubungan kosakata dan makna kata dapat berwujud sinonim, antonim, homonim, polisemi, dan hipomim. Sinonim kata-kata mengandung arti pusat yang sama, tetapi dalam nilai kata, sinonim tidak dapat dihindari dalam sebuah bahasa. Kata-kata yang bersinonim biasanya dikatakan juga kata-kata yang sama arti walaupun, tidak semua kata yang bersinonim dapat saling menggantikan kedudukannya dalam kalimat.
Berdasarkan kurikulum pendidikan dasar, salah satu tujuan belajar bahasa Indonesia adalah siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsinya. Selain tujuan umum tersebut terdapat tujuan khusus pengajaran bahasa Indonesia komponen kebahasaan antara lain : siswa mampu membedakan sinonim, antonim, polisemi dan homonim. Sinonim merupakan suatu bahan pengajaran bahasa Indonesia yang harus diajarkan di Sekolah Menengah Pertama (SMP). Penelitian ini mengacu kepada pembedaan sinonim, pembedaan sinonim berdasarkan kelaziman pemakaiannya, makna emotifnya, makna dasar dan makna tambahannya.
Berdasarkan tujuan tersebut, seharusnya siswa SMP kelas VII telah mampu menggunakan kata-kata yang bersinonim dan berantonim secara tepat di dalam kalimat. Namun kenyatannya, masih terdapat siswa SMP Negeri 3 Tanjungbintang yang mengalami kendala dalam hal menggunakan kata-kata yang bersinonim dan berantonim dalam kalimat.
Berdasarkan kenyataan yang ada, maka pengajaran bahasa Indonesia di SMP dapat dikatakan belum berhasil mencapai tujuan pembelajaran kosakata yang bersinonim dan berantonim. Atas dasar inilah penulis tertarik untuk menganalisis judul di atas.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif . Peneliti berusaha menganalisis kemampuan siswa menggunakan kosakata yang bersinonim dan berantonim dalam kalimat. Hasil analisis dinyatakan dalam angka-angka yang disusun dalam tabel.Variabel yang diteliti  adalah kemampuan siswa dalam menggunakan kosa-kata yang bersinonim dan berantonim dalam kalimat.
Untuk mengetahui dan mendapatkan data penelitian ini maka pengukuran variabel dilakukan dengan cara memberikan tes tertulis yang berbentuk objektif dan esai dengan jumlah soal sebanyak 50 butir, tes objektif dengan 4  alternatif pilihan yaitu A, B, C, dan D,  waktu yang disediakan selama 90 menit atau dua jam pelajaran. Indikator penilaiannya adalah pemakaian kata yang bersinonim dan antonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahan; sinonim dan antonim berdasarkan makna emotifnya; serta sinonim dan antonim berdasarkan kelaziman pemakaiannya Jawaban yang benar diberi skor 2 dan yang salah 0, jadi skor maksimal adalah 100 dan minimal 0.Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII semester ganjil SMP Negeri 3 Tanjungbintang Lampung Selatan yang berjumlah 128 orang. Agar lebih jelas, tentang populasi penelitian perhatikan tabel berikut ini :
Penetapan jumlah sampel merujuk pada Arikunto (2003 : 94) , yaitu  ditetapkan sebesar 25% dari jumlah populasi, sehingga ditemukan: 30% x 118 = 35 siswa, dengan teknik sampling Stratified Proporsional Random Sampling.

Analisis data  dilakukan dengan cara :
(1)   Mengoreksi hasil tes pilihan ganda dengan esai dan menghitung jumlah jawaban yang benar.
(2)   Jumlah jawaban yang benar tersebut dibagi dengan jumlah soal dan dikalikan  100% dengan rumus :
(3)   Menghitung dan mengklasifikasikan jumlah siswa yang menjawab benar terhadap setiap aspek (sinonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahan, sinonim berdasarkan makna emotif, dan sinonim berdasarkan kelaziman pemakaiannya.
(4)   Membuat kesimpulan tentang tingkat kemampuan menggunakan kokasata yang bersinonim dalam kalimat pada siswa kelas VII semester ganjil SMP  Negeri 3 Tanjungbintang dengan berpedoman pada kriteria atau tolok ukur penilaian berikut ini :



Kriteria Penelitian

Persentase Kemampuan
Kategori
85 – 100
75 – 84
60 – 74
40 – 59
0 – 39
Sangat tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Sangat rendah
   (Nurgiyantoro, 1995 : 303)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Membangun komunikasi melalui penggunaan kalimat-kalimat sehingga mem-bentuk suatu pengertian, memerlukan kosakata. Kosakata yang disusun untuk mengemuka-kan gagasan pendapat. Menurut pendapat Keraf (1981: 19). Kosakata adalah keselu-ruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
Penggolongan Kosakata
Menurut pendapat Soedjito (1992: 39) bila dihubungkan dengan pilihan kata kosakata dapat digolongkan sebagai berikut :
1)     Kosakata kongkret dan abstrak, misalnya rumah dan bahagia.
2)     Kosakata baku dan non buku misalnya Ayah dan Bokap.
3)     Kosakata umum dan khusus, misalnya peserta dan testee.
4)     Kosakata populasi misalnya memahami dan mengapresiasi.
5)     Kosakata asli dan kosakata serapan misalnya mewawancarai dan interview.
Untuk lebih jelas mengenai kosakata tersebut dan bentuk-bentuk kosakata yang
lainnya dapatlah penulis jelaskan sebagai berikut :
Kosakata Umum dan Kosakata Khusus
Menurut pendapat Suparmi (1998 : 8) “kata-kata umum yaitu kata-kata yang pe-makaiannya mencakup berbagai bidang ilmu. Sedangkan kata-kata khusus yaitu kata-kata pemakaiannya terbatas pada suatu bidang ilmu tertentu”.

Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa kosakata umum lebih luas cakupannya dibandingkan kata-kata khusus.
Contoh :
1.      a. Kakak membeli buah di pasar
b. Kakak membeli jeruk di pasar
2.      a. Ibu memasak sayur di dapur
b. Ibu memasak bayam di dapur
3.      a. Kami sedang belajar
b. Kami sedang belajar Matematika
contoh kata yang ditulis miring, yang terdapat pada “a” merupakan contoh pemakaian kata umum sedangkan contoh yang terdapat pada “b” merupakan contoh kata khusus.
Penguasaan Kosakata
Kosakata dalam suatu bahasa bersifat dinamis dan tumbuh berkembang terus. Di satu sisi kosakata bahasa tertentu berkembang, namun disisi lain ada bahasa yang kosaka-tanya menjadi kadaluarsa atau bahkan “mati”. Bertolak dari keadaan seperti ini maka
masyarakat pemakai bahasa terus dapat mengikuti perkembangan kosakatanya.
Untuk menguasai kosakata, kita harus memperluas kosakata tersebut. Memperluas kosakata tersebut dapat dilakukan dengan dua macam cara, seperti dikemukakan oleh Soedjito (1993: 3) yaitu “memulai sumber dalam dan sumber luar” agar lebih jelas lagi mengenai sumber tersebut, penulis jelaskan sebagai berikut :
1.      Sumber dalam yaitu kemampuan bahasa Indonesia sendiri untuk menambah kosakata, sumber itu berwujud :
a.      Mengaktifkan kembali kata-kata lama
b.      Pembentukan baru dengan jalan pembimbingan dan pemajemukan
c.      Penciptaan baru dan
d.      pengakroniman
2.      Sumber luar yaitu sumber perluasan kosakata bahasa Indonesia yang berasal dari :
a.      Bahasa serapan yaitu kosakata yang dipungut dari bahasa daerah seperti “ Jawa, Batak, dan Palembang.
b.      Bahasa asing dipungut dari bahasa luar atau bahasa lain
Kosakata Bersinonim
Arti sinonim berasal dari bahasa Inggris (Synonym) adalah ungkapan dapat berupa sebuah kata, tetapi dapat berupa frase atau bahkan kalimat yang kurang lebih sama maknanya dengan suatu ungkapan yang lain. Contoh dalam bahasa Indonesia; nasib dan takdir meskipun kurang lebih maknanya sama, tetapi tidak seluruhnya sama. Jika kita menolak pendapat bahwa diantara sinonim terdapat kesamaan arti sempurna, maka hal itu berdasarkan suatu prinsip lebih umum dalam semantik, yaitu : bahwa bila berbeda maknanya berbeda pula bentuknya meskipun hanya sedikit. Pendapat di atas sejalan dengan pendapat Tarigan (1993: 76) yang mengatakan sinonim adalah kata yang mengandung arti pusat sama tetapi tetapi berbeda dalam nilai kata.
Contoh : cantik, bagus, indah. Sekalipun makna kata-katanya sama tetapi berbeda dalam pemakaiannya.
Contoh kalimat dengan kata cantik: Anak itu cantik dan manis
Contoh kalimat dengan kata bagus: Prilaku anak itu bagus sekali
Contoh kalimat dengan kata indah: Lukisan itu indah dipandang mata.
Misalnya; kita tidak akan pernah mengatakan wanita itu indah tetapi kita akan mengatakan wanita itu cantik. Soedjito (1982: 75). Mengemukakan bahwa sinonim adalah dua kata atau lebih yang memiliki makna sama atau hampir sama.
Dari pendapat di atas sinonim adalah kata-kata atau kelompok kata yang mem-punyai arti yang sama dengan kata-kata kelompok yang lain tetapi berbeda dalam nilai katanya.
Sebab-sebab Terjadinya Sinonim
Keraf (1998: 35) mengemukakan sebab-sebab terjadinya sinonim sebagai berikut :
1)     Sinonim terjadi karena diterimanya dua bentuk atau lebih dari beberapa bahasa donor seperti : buku, kitab dan pustaka di bawah ini :
-         Adik membaca buku bahasa Indonesia
-         Ibu membaca kitab suci Al-Qur’an.
2)     Sinonim yang terjadi karena pengambilan data dari dialek yang berlainan.
Contoh : tali dan tambang, parang dan golok
-         Adik menarik tali layangan
-         Sekolah kemarin mengadakan perlombaan tarik tambang
-         Parang itu digunakan oleh pejuang
-         Ibu membelah durian dengan golok
3)     Sinonim terjadi karena makna emotif (nilai rasa) dan evaluatif, makna kognitif dan kata-kata yang bersinonim itu tetap sama hanya, nilai evaluatif dan makna emotifnya berbeda seperti contoh : mati, meninggal dan gugur.
-         Ayam itu mati tertabrak mobil
-         Kemarin Pak Budi meninggal dunia
-         Tujuh pahlawan revolusi gugur di medan perang
Jenis-jenis Kata Sinonim
Soedjito (198 : 5) berpendapat bahwa kata-kata bersinonim selalu sama jenisnya.
(1)   Kata benda dan kata benda
Contoh: buruh, pegawai dan karyawan
-         Para buruh bangunan sedang bekerja
-         Andi diterima sebagai pegawai negeri
-         Perusahaan jasa angkutan memerlukan karyawan.
(2)    Kata kerja dan kata kerja
Contoh:  menjelang, menyambut, dan menjemput
-         Adik tidur menjelang malam.
-         Umat Muslim menyambut hari Raya Idul Fitri.
-         Dian menjemput Ibu di Stasiun.
(3)    Kata sifat dan kata sifat
Contoh : enak, nyaman, dan sedap
-         Saat dimakan kuehnya enak sekali.
-         Suasana ruangan itu nyaman sekali.
-         Sayur masakan Ibu aromanya sedap sekali.
(4)    Kata keterangan dan kata keterangan
Contoh : amat dan sangat
-         Pemandangan itu amat indah
-         Indonesia sangat terkenal keindahan alamnya.
(5)    Kata tugas dan tugas
Contoh : buat dan untuk
-         Ibu membeli sepatu buat Adik.
-         Ayah mengirim surat untuk paman di kampung.
Kosa Kata Berantonim
Antonim atau antonimi adalah hubungan semantik antara dua buah satuan ujaran yang maknanya menyatakan kebalikan, pertentangan, atau kontras antara yang satu dengan yang lain. Misalnya, kata buruk berantonim dengan kata baik; kata mati berantonim dengan kata hidup; kata guru berantonim dengan kata murid; dan kata membeli berantonim dengan kata menjual.
Hubungan antara dua satuan ujaran yang berantonim juga bersifat dua arah. Jadi kalau kata membeli berantonim dengan kata menjual, maka kata menjual juga berantonim dengan kata membeli. Perhatikan bagan berikut!






Text Box: Membeli
 



Dilihat dari sifat hubungannya, maka antonimi itu dapat dibedakan atas beberapa jenis, antara lain :
Pertama, antonimi yang bersifat mutlak. Umpamanya kata hidup berantonim secara mutlak dengan kata mati, sebab sesuatu yang masih hidup tentunya belum mati; dan sesuatu yang sudah mati tentunya tidak hidup lagi. Contoh lain, kata diam berantonim secara mutlak dengan kata bergerak, sebab sesuatu yang diam tentu tidak bergerak, dan yang sedang bergerak tentunya tidak sedang diam.
Kedua, antonimi yang bersifat relatif atau bergradasi. Umpamanya kata besar dan kecil berantonimi secara relatif; juga antara kata jauh dan dekat, dan antara kata gelap dan terang. Jenis antonim ini disebut bersifat relatif, karena batas antara satu dengan lainnya tidak dapat ditentukan secara jelas; batasnya itu dapat bergerak menjadi lebih atau menjadi kurang. Karena itu, sesuatu yang tidak besar belum tentu kecil; dan sesuatu yang tidak dekat belum tentu jauh. Karena itu pula kita dapat mengatakan, misalnya, lebih dekat, sangat dekat, atau juga paling dekat. Suatu objek diaktakan besar atau kecil dalam kehidupan kita adalah karena diperbandingkan antara yang satu dengan yang lainnya. Seekor kambing adalah menjadi sesuatu yang kecil kalau berada di samping gajah dan kuda. Tetapi kambing akan menjadi besar bila berada di samping anjing dan kucing. Selanjutnya kucing yang menjadi sesuatu yang kecil bila berada di samping anjing dan kambing akan berubah menjadi sesuatu yang besar bila berada di samping tikus dan kodok.
Ketiga, antonimi yang bersifat relasional. Umpamanya antara kata membeli dan menjual, antara kata suami dan istri, dan antara kata guru dan murid. Antonimi jenis ini disebut relasional karena munculnya yang satu harus disertai dengan yang lain. Adanya membeli karena adanya menjual, adanya suami karena adanya istri. Kalau salah satu tidak ada, maka kata yang lain juga tidak ada. Contoh konkret seorang laki-laki tidak bisa disebut suami kalau tidak punya istri. Andaikata istrinya meninggal, maka dia bukan suami lagi, melainkan kini sudah berganti nama menjadi duda.
Keempat, antonimi yang bersifat hierarkial. Umpamanya kata tamtama dan bintara berantonim secara hierarkial; juga antara kata gram dan kilogram. Antonimi jenis ini disebut bersifat hierarkial karena kedua satuan ujaran yang berantonim itu berada dalam satu garis jenjang atau hierarki. Demikianlah, kata tamtama dan bintara berada dalam satu garis kepangkatan militer, kata gram dan kilogram berada dalam satu garis jenjang ukuran timbangan.
Di dalam bahasa Indonesia, mungkin juga terdapat dalam bahasa lain, ada satuan ujaran yang memiliki pasangan antonim lebih dari satu. Hal yang seperti ini lazim disebut antonimi majemuk. Umpamanya kata berdiri dapat berantonim dengan kata duduk, dapat berantonim dengan kata tidur, dapat berantonim dengan kata tiarap, dapat berantonim dengan kata jongkok dan dapat juga berantonim dengan kata bersila.




duduk
 
Perhatikan bagan berikut :







Text Box: Berdiri







Contoh lain, kata diam yang dapat berantonim dengan kata berbicara, dengan kata bergerak, dan dengan kata bekerja, atau juga bertindak.

Data Kuantitatif
Kemampuan siswa dalam menggunakan kata bersinonim dan berantonim dalam kalimat meliputi kata bersinonim berdasarkan distribusinya, kata bersinonim berdasarkan kelazimannya, kata bersinonim berdasarkan makna emotifnya dan kata bersinonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahannya memiliki rata-rata kemampuan dengan kategori tinggi.
Kemampuan siswa menggunakan kata bersinonim dan berantonim berdasarkan distribusinya mencapai persentase 77%, termasuk kategori tinggi baik, kemampuan siswa menggunakan kata bersinonim berdasarkan kelazimannya berpersentase 79% dan termasuk dalam kategori tinggi, kemampuan siswa dalam menggunakan kata bersinonim berdasarkan makna emotifnya memiliki persentase 74% dengan kategori tinggi, sedangkan kemampuan siswa menggunakan kata bersinonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahannya berpersentase 79% yang termasuk dalam kategori tinggi.
Hasil ini menggambarkan bahwa kemampuan siswa dalam menggunakan kata bersinonim dan berantonim dalam kalimat sudah baik. Dari angka-angka perserntase yang diperoleh menggambarkan bahwa siswa SMP Negeri 3 Tanjung Bintang sudah memiliki kemampuan menggunakan kata bersinonim dan berantonim. Hasil ini hendaklah dipertahankan dan kalau memungkinkan perlu ditingkatkan.
Melalui penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Tanjungbintang, diperoleh bahwa dalam menggunakan kata yang bersinonim dan berantonim dalam kalimat sudah mencapai hasil yang memuaskan, yakni keemapat aspek yang dinilai termasuk dalam kategoti tinggi.
Kemampuan menggunakan kata yang bersinonim dalam kalimat ini hendaklah dipertahankan, dan kalau memungkinkan harus terus ditingkatkan.
Hasil penelitian ini merupakan hasil awal yang masih terus diharapkan untuk dapat disempurnakan dengan cara melakukan penelitian-penelitian lanjutan di berbagai sekolah.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1)      Kemampuan menggunakan kata bersinonim berdasarkan distribusinya, didapat rerata 77% rerata ini termasuk kategori tinggi.
2)      Kemampuan menggunakan kata yang bersinonim berdasarkan kelazimannya, secara keseluruhan didapat rerata 79% termasuk kategori tinggi.
3)      Dalam menggunakan kata yang bersinonim  berdasarkan makna emotifnya diperoleh angka 74% dengan kategori tinggi,
4)      Kemampuan menggunakan kata yang bersinonim berdasarkan makna dasar dan makna tambahannya, secara keseluruhan mencapai 79,2% termasuk dalam kategori sangat baik.
Melalui penelitian yang dilakukan pada siswa kelas VII SMP Negeri 3 Tanjungbintang diperoleh bahwa dalam menggunakan kata yang bersinonim dan berantonim dalam kalimat sudah mencapai hasil yang memuaskan dengan rincian, 4 aspek kemampuan menggunakan kata yang bersiononim dan berantonim mencapai kategori tinggi.

Saran-saran
Bagi siswa
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa yang dibu-tuhkan hanyalah peningkatan, karena sebagian besar siswa setelah dianalisis sudah mencapai standar yang baik, bahkan sebagian besar sudah termasuk dalam kategori sangat baik.
Bagi  guru dan sekolah
Diharapkan dapat mempertahankan prestasi ini, dimungkinkan dapat ditingkatkan lagi. Hal itu dapat terwujud jika guru yang ada dapat menggunakan kompetensi yang sudah ada dalam diri siswa dan  berusaha mengembangkannya.
Guru diharapkan dapat mengajak siswa untuk “terjun” langsung dalam kegiatan pembelajaran, bukan hanya “menerima” bahan dari guru, tetapi lebih diarahkan untuk mengembangkan materi yang sudah ada, khususnya tentang penggunaan kata bersinonim dalam kalimat.
Adakan kegiatan-kegiatan yang dapat memacu kreativitas siswa, misalnya mengadakan lomba cerdas cermat tentang kata bersinonim dan berantonim.
RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 1989. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bandung : Angkasa.
Depdikbud. 1994. Petunjuk Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar. Jakarta : PN Balai Pustaka.
            _________ 1991. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Effendi, S. 1995. Pandai Berbahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud.
Malo, Manase. 1989. Materi Pokok Penelitian Sosial. Jakarta : Karunika
Nurgiantoro, Burhan. 1987. Penelitian dalam Pengembangan Bahasa dan Sastra. Yogyakarta : BPFE.
Sobari, T.Y. 1987. Materi Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta : Aries Lima.
Soedjito. 1993 Kosakata dalam Bahasa Indonesia. Bandung: Ganeca Exact.
Sudjana. 1990. Metode Statistik. Bandung : Tarsito.
Suparni. 1998. Penuntun Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung : Ganeca Exact.
Tarigan, Henry Guntur. 199 Pengajaran Kosakata. Bandung: Tarsito.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar