Rabu, 06 Februari 2013

PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


PENERAPAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN  MATEMATIKA

(Eksperimen pada SMA Adiguna  Bandar Lampung)
 

Buang Saryantono 1

 

 

ABSTRAK: Penelitian ini bermaksudkan untuk menganalisis penerapan pendekatan kontektual terhadap hasil belajar matematika. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Adiguna Bandar Lampung kelas X tahun pelajaran 2007/2008 yang terdiri dari 6 rombongan belajar, dari 6 rombongan diambil 40 siswa sebagai sampel dengan teknik claster random sampling.Data yang dianalisis diperoleh dari hasil belajar sebelum  laksanaan pendekatan kontektual dan sesudah pelaksanaan pendekatan kontektual pada sample. Hasil pengolahan data diperoleh thitung = 3,068 dan untuk dk = 39 dengan taraf signifikan 5% didapat ttabel  = 2,03  dan untuk taraf signifikan 1% didapat ttabel   =  2,424 . Ternyata thitung lebih besar dari ttabel.. Ini menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan pendekatan Contextual Teaching and Learning terhadap hasil belajar matematika siswa. Dengan demikian, bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang dapat membantu siswa mencapai keunggulan menangkap makna dalam materi akademik dan tugas-tugas yang dikaitkan dengan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka terima sebelumnya. Keberhasilan pendekatan CTL beralasan karena sesuai dengan nurani manusia yang selalu haus akan makna.

 

Kata Kunci: pendekatanContextual Teaching and Learning, hasil belajar  matematika


 

1.  Pendahuluan


Permasalahan pendidikan  yang dihadapi bangsa Indonesia salah satunya adalah rendahnya mutu pendidikan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui berbagai pelatihan, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan prasarana,  peningkatan mutu manajermen sekolah. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan dalam hal ini perlu adanya peningkatan hasil belajar, tercapainya tujuan belajar diperlukan proses pembelajaran yang tepat dan berpengaruh positif. Faktor yang perlu dikembangkan dalam dunia pendidikan dan pengajaran adalah faktor tujuan, kualitas guru, kualitas siswa, materi pelajaran, pendekatan pembelajaran serta alat bantu pengajaran.

Pendidikan kita masih didominasi oleh pandangan bahwa pengetahuan sebagai seperangkat fakta-fakta yang harus dihafal, kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan dan kemudian ceramah menjadi pilihan utama strategi belajar. Pendekatan yang rutin dilakukan oleh guru hampir setiap hari hanyalah membosankan, membahayakan bahkan merusak seluruh minat siswa. Matematika merupakan suatu ilmu dasar yang dapat menunjang ilmu pengetahuan lainnya, namun pada kenyataannya matematika kurang disukai, matematika dianggap mata pelajaran yang sulit dan sukar dipahami ini dapat ditunjukan dari hasil belajar matematika yang masih di bawah ukuran rata-rata atau normal yang ditetapkan. Matematika merupakan pelajaran yang harus dipahami dengan penalaran logis, untuk itu diperlukan pendekatan yang tepat dan ditunjang dengan seperangkat media sehingga dapat menarik minat siswa untuk belajar dan mudah memahami konsep-konsep yang disampaikan. 

Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa ‘mengalami” apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahui saja. Pembelajar yang berorientasi target penguasan materi terbukti berhasil dalam kompetisi mengingat dalam jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan masalah dalam kehidupan jangka panjang. Guru profesional adalah guru yang mengenal tentang dirinya sebagai pendamping siswa dalam belajar. Guru yang professional dapat mendampingi siswa dengan baik dan menyenangkan. Untuk itu sosok  guru dituntut dan terpanggil untuk mencari tahu secara kontinu seharusnya siswa dalam belajar. Kegagalan yang dialami siswa dalam belajar, guru terpanggil untuk menemukan penyebab kegagalan dan mencari jalan keluar, dengan demikian guru mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan belajar  siswa.


Atas dasar permasalahan tersebut sangat perlu suatu strategi belajar yang tidak mengharuskan  siswa menghafal fakta-fakta tetapi sebuah strategi yang mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan pada benaknya mereka sendiri. Untuk itu salah satu  alternatif pendekatan yang menjadi pilihan Depdiknas (2003) adalah pendekatan  Contextual Teaching and Learning (CTL). Dengan demikian, penting sekali dibahas tentang pendekatan yang dapat membuat siswa tertarik dan bermakna bagi siswa. Dalam CTL siswa ‘mengalami” bukan  “menghafal”.

2. Tinjauan Pustaka
            
CTL adalah sebuah sistem belajar yang berdasarkan pada filosifi bahwa seseorang pembelajar akan mau dan mampu menyerap materi pembelajaran apabila mereka dapat menangkap makna dari pembelajaran tersebut sesuai dengan cara kerja otak manusia. Kemampuan otak untuk menemukan makna dengan membuat hubungan-hubungan menjelaskan mengapa siswa yang didorong untuk menghubungkan tugas-tugas sekolah dengan kenyataan saat ini, dengan situasi pribadi, sosial dan budaya mereka saat ini dengan konteks kehidupan  keseharian mereka, akan mampu memasangkan makna  pada materi akademik  mereka sehingga mereka dapat mengingat apa yang ia pelajari, jika kehilangan makna , otak mereka akan membuang materi akademik yang mereka terima (Caine & Caine, 1994; Carter, 1998; Devis, 1997; Kotulak, 1997; Sousa, 1995; Sylwester, 1995).
Untuk memahami konsep CTL ada empat kunci yang saling terkait yaitu teaching, learning, intruction dan curriculum. Teaching adalah refleksi sitem kependidikan seorang guru harus bertindak professional; learning adalah refleksi sistem kepribadian siswa yang menunjukkan prilaku yang terkait  dengan tugas yang diberikan; intruction adalah sistem sosial tempat berlangsungnya pembelajaran; dan curriculum adalah sistem sosial yang berujung pada sebuah rencana pengajaran. CTL digambarkan sebagai berikut:
…an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with context of their personal, social, and cultural circumstance. To achieve this aim, the system encompasses the following wight components: making meaningful connections, doing significant work, self-regilated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standard, usung authentic assessment (Jhonson, 2002:25)
           
Pendekatan CTL proses pembelajaranya berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan, siswa bekerja dan mengalami bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa, untuk itu strategi pembelajaran lebih dipentingkan dari pada hasil. CTL dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

Pada proses pembelajaran, guru berperan sebagai fasilitator tanpa henti yaitu membantu siswa menemukan makna, guru memposisikan dirinya sebagai teman bagi siswa agar dapat memasuki dunia siswa dengan mencoba membuka kegiatan pembelajaran dengan mengkaitkan pengalaman dan kehidupan siswa.  Proses pembelajaran semacam ini akan membentuk ikatan emosi makin terjalin, suasana kelas menyenangkan penuh diliputi dengan nuansa demokrasi, siswa bebas menyampaikan gagasan-gagasan dalam berpendapat dan saat itulah seorang guru membawa siswa ke dalam dunia guru.

Di dalam kelas seorang guru bertugas membantu siswa mencapai tujuannya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi ketimbang memberikan informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang berkerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru berupa pengetahuan dan ketrampilan bagi anggota kelas. Guru harus mempunyai ‘kemampuan trik” sendiri dalam mengajar, guru yang cermat selalu mencari ide dan teknik baru untuk diterapkan di depan kelas.

Sekolah adalah sebuah sistem kehidupan yang menciptakan lingkungan belajar dimana bagian-bagian dari sistem itu berada dalam sebuah jaringan hubungan, prinsip saling ketergantungan dalam segalanya sehingga memungkinkan siswa akan membuat hubungan yang bermakna dalam pemikiran kritis dan kreatif.

Dengan demikian siswa diharapkan mengerti apa sebenarnya makna belajar, apa manfaatnya, dalam setatus apa mereka, dan bagaimana pencapaiannya, mereka sadar yang mereka pelajari nantinya akan menjadi berkal dan berguna bagi  kehidupannya.      


Menurut Nurhadi  dalam bukunya Saiful Sagala dalam pelaksanaan pendekatan CTL  di kelas mempunyai 7 (tujuh) komponen utama yaitu: Pertama konstuktivisme (contructivism) merupakan landasan berfikir dari pendekatan kontekstual, yaitu pengetahuan dibangun sedikit demi sedikit dan hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaedah yang siap diambil dan diingat, tetapi mengkonstruksi ilmu pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Oleh sebab itu siswa dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu dan bergelut dengan ide. Guru  bertugas menfasilitasi proses tersebut dengan: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa, (2) memberi kesempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri, (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Kedua; menemukan (Inguiry) yang merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran, siswa diharapan mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan bukan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil dari menemukan sendiri, sedangkan dalam kegiatan menemukan diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: (1) merumuskan masalah, (2) mengamati atau melakukan observasi, (3) menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan, bagan, table, dan karya lainnya, (4) mengomunikasikan atau menyajikan hasil kaya pada pembaca, teman, guru atau audien yang lain. Ketiga; bertanya (Questioning) yang merupakan kegiatan guru untuk mendorong, membimibing, dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi siswa kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran, karena bertanya  berguna untuk: (1) menggali informasi, (2) mengecek pemahaman siswa, (3) membangitkan respon. (4) mengetahui keingintahuan, (5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui,(6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu, (7) membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, (8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa. Keempat; masyarakat belajar (Learning Community) merupakan suatu konsep yang menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar merupakan sharing antara teman, antar kelompok, dan guru disarankan melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar yang anggotanya heterogen. Masyarakat belajar dapat terjadi jika ada proses komunikasi dua arah, kegiatan saling belajar dapat terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, tidak ada yang segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang paling tahu, semua pihak mau saling mendegarkan. Kelima; pemodelan (Modeling) yang dapat memberi peluang yang besar guru untuk memberi contoh cara menyelesaikan sesuatu dengan demikian guru memberi model tentang bagaimana belajar tetapi guru bukan satu-satunya model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa dan seorang siswa dapat ditunjuk sebagai model teman-temannya. Keenam; refleksi (reflection) merupakan cara berfikir apa yang baru dipelajari atau berfikir kebelakang apa yang sudah dilakukan dalam belajar dimasa lalu. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses belajar. Guru membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru dengan demikian siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. Ketujuh; penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) yang merupakan proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran tentang kemajuan belajar siswa diperoleh disepanjang proses pembelajaran, oleh sebab itu assessment bukan dilakukan diakhir periode pembelajaran. Penilaian bukan hanya dapat  dilakukan guru tetapi dapat juga teman lain atau orang lain. Penilaian autentik berfokus pada tujuan, melibatkan pembelajaran secara langsung, mengharuskan membangun keterkaitan dan kerja sama dan menanamkan tingkat berfikir yang lebih tinggi. Penilaian autentik mengajak para siswa untuk mengunakan pengetahuan akademik dalam konteks dunia nyata untuk tujuan yang bermakna.  

Dari pendapat di atas, penerapan CTL dalam kelas secara garis besar dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:(1). Mengembangkan pemikiran siswa akan belajar lebih bermakna dengan cara kerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan ketrampilan barunya. (2). Melaksanakan kegiatan inkuiri untuk semua topik. (3). Mengembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya. (4). Menyiptakan masyarakat belajar dalam kelompok-kelompok. (5). Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran. (6). Melakukan refleksi disetiap akhir pertemuan. (7). Melakukan penilaian yang sebenarnya.

Pembelajaran dan pengajaran kontektual akan berhasil karena sasaran utamanya adalah mencari makna dengan menghubungkan pekerjaan akademik dengan kehidupan keseharian dan berbagai elemennya yang didasarkan pada tiga prinsip alam yaitu saling ketergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri (Capra, 1996;Johnson &Broms,2000; Margulis &Sagan,1995; Swimme & Berry,1992).

3.  Metode Penelitian

Metodologi adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan (menemukan dan mengembangkan) serta menguji kebenaran. Dalam penelitian ini metode digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif karena data yang diperoleh berupa angka-angka, yang kemudian akan diolah, ditafsirkan dan disimpulkan.

Pengumpulan data digunakan tes sebagai metode pokok,untuk memperoleh data primer digunakan tes , tes tersebut terdiri 40 item  yang telah diuji cobakan yang kondisi alat ukur tersebut adalah valid dan reliabel. Teknik  analisis data digunakan pengujian selisih rata-rata observasi berpasangan, yang mempunyai variabel acak pertama yaitu sebelum pelaksanaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (x) dan variable acak kedua  yaitu sesudah pelaksanaan pendekatan Contextual Teaching and Learning (y), dengan rata-rata dan rata-rata dengan sample acak berukuran n1 = n2   didapat sampel (x1, x2, . . . xn) dan (y1,y2,... yn) dengan pasangan (xi,yi) didapat selisih pasangan Bi =(xi – yi). Selisih rata-rata   = , dan   diuji dengan rumus yaitu:    
 

  dan
dimana  dk = n –1 dengan taraf signifikan 5% dan 1%.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA Adiguna Bandar Lampung kelas X tahun pelajaran 2007/2008 yang terdiri dari 6 kelas dengan jumlah  246 siswa. Untuk keperluan penelitian diambil sampel secara random yang berjumlah 40 siswa.


4.  Hasil Dan Pembahasan
­­
Dari data yang diperoleh sebelum dan setelah diterapkan pendekatan CTL kemudian diolah dan dari hasil pengolahan  data didapat :

∑B = 157  ;     = 1800,25  ;  n =  40 
=   = 3,295
      
        = 46,150381
   = 6,7934
thit  =  
      =
      =  3,068

Untuk dk =  n – 1 = 39 dengan taraf signifikan 5% nilai ttab terletak  pada interval  2,04 –2,02  dengan dk antara dk = 35 dan dk = 40, dan untuk taraf signifikan 1% nilai ttabel terletak  pada interval 2,46 – 2,42. Dengan interpolasi didapatkan  nilai ttabel  = 2,032 untuk taraf singifikan 5%, dan untuk taraf signifikan 1% didapatkan nilai ttabel  = 2,424.

Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel (hasil interpolasi baik untuk taraf 5% maupun 1%)  ternyata nilai thitung  lebih besar dari pada ttabel , yaitu:
2,424< 3,068 > 2,032 

Interprestasi  hasil pengujian berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pendekatan Contextual Teaching and Learning berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan hasil belajar matematika, baik untuk taraf signifikan 5% maupun 1%.

Dengan demikan pendekatan CTL adalah merupakan sebuah sistem belajar yang menyakinkan dapat menujukkan efektifitas yang nyata untuk membantu siswa mencapai keunggulan menangkap makna dalam materi akademik dan tugas-tugas yang dikaitkan dengan informasi baru dengan mengkaitkan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka terima sebelumnya. Keberhasilan pendekatan CTL beralasan karena sesuai dengan nurani manusia yang selalu haus akan makna. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontektual jika menerapkan komponen-komponen utama pembelajaran efektif di dalam pembelajarannya, dalam  CTL guru berperan sebagai fasilitator yang selalu membantu siswa menemukan makna.

 5.      Penutup

 Penelitian ini menjawab permasalahan yang diajukan yaitu pendekatan CTL berpengaruh terhadap hasil belajar siswa untuk taraf signifikan 5% maupun taraf signifikan 1%. Dengan demikian, bahwa pendekatan CTL adalah sebuah strategi pembelajaran sebagamana strategi pembelajaran yang lain, kontektual dikembangkan dengan tujuan untuk  membantu siswa agar lebih produktif dan  mencapai keunggulan menangkap makna dalam materi akademik dan tugas-tugas yang dikaitkan dengan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang telah mereka terima sebelumnya. Keberhasilan pendekatan CTL beralasan karena sesuai dengan nurani manusia yang selalu haus akan makna. Hal ini menginformasikan bahwa pendekatan kontekstual akan memberikan perwujudan yang berarti terhadap hasil belajar siswa. Untuk penyampaian maksud dan tujuan peningkatan hasil belajar siswa maka disarankan sebagai berikut: (1) guru pandai-pandai memilik pendekatan yang memberikan makna kepada siswa untuk mengembangkan potensi intelektualnya. (2) Agar materi yang disajikan lebih bermakna bagi siswa maka guru dituntut menciptakan suasana kelas yang santai, menyenangkan dan penuh rasa demokrasi.

DAFTAR RUJUKAN

Elaine B. Johnson, 2002. Contextual Teaching dan Learning. California
Max A. Sobel dan Evan M. Maletsky, 2001. Mengajar Matematika. Erlangga Jakarta Ridawan Riduwan, 2004 , Belajar Mudah Penelitian. Alpabeta Bandung
Sujana, 1989. Metode Statistika, Tarsito, Bandung
Syaiful Sagala, 2006, Konsep dan Makna Pembelajaran, Alpabeta Bandung

1 komentar: