Rabu, 06 Februari 2013

PEMECAHAN MASALAH SEBAGAI TUJUAN DAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


PEMECAHAN MASALAH  SEBAGAI TUJUAN DAN PROSES
DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA


Oleh: Joko Sutrisno AB
Dosen PNS Dpk Kopwil II STKIP PGRI Bandar Lampung 


ABSTRAK
Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu tujuan atau kompetensi yang akan dicapai dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah dapat juga merupakan metode yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika. Pemecahan masalah sebagai tujuan dan sebagai proses merupakan kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika, karena kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu pembelajaran matematika pada umumnya dapat ditransfer untuk digunakan dalam memecahkan masalah lain. Semua pemecahan masalah melibatkan beberapa informasi dan untuk mendapatkan penyelesaiannya digunakan informasi tersebut. Informasi-informasi ini pada umumnya merupakan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.     

1. Pendahuluan

Hasil belajar dan pembelajaran matematika pada pendidikan dasar dan menengah sampai saat ini belum seperti yang diharapkan. Padahal matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik aspek terapan maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya penguasaan ilmu dan teknologi.

Rendahnya prestasi atau hasil belajar matematika disebabkan oleh kurangnya penguasaan konsep dan prinsip oleh siswa. Penyebab lain adalah kesalahan pendekatan dan metode yang digunakan dalam pembelajaran. Lemahnya penguasaan konsep dan prinsip matematika oleh siswa, dapat mengakibatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah  akan lemah pula, sedangkan kemampuan pemecahan masalah sangat penting dalam  pembelajaran matematika.  Zulkardi (2001 : 1) menyatakan bahwa sampai saat ini pendekatan pembelajaran matematika di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional dan bersifat mekanistik yang menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill and practice, prosedural serta banyak menggunakan rumus dan algoritma sehingga siswa dilatih mengerjakan soal seperti mekanik atau mesin. Konsekuensinya bila mereka diberikan soal yang berbeda dari soal latihan, mereka akan membuat kesalahan. Mereka kurang terbiasa memecahkan masalah yang banyak di sekeliling mereka.

Wahyudin (1999 : 155) menyatakan bahwa metode/strategi/pendekatan yang paling sering digunakan oleh umumnya (sebesar 90%) guru matematika dalam pembelajaran matematika adalah kombinasi ceramah dan ekspositori. Akibatnya problem solving yang sesungguhnya merupakan sentralnya pembelajaran matematika, tidak pernah dikenal dengan baik apalagi untuk mencobanya.

Pentingnya pemecahan masalah ini dikemukakan oleh Bell (1981 : 311), bahwa pemecahan masalah merupakan kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika, karena kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu pembelajaran matematika pada umumnya dapat ditransfer untuk digunakan dalam memecahkan masalah lain. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah, sangat tergantung kepada guru sebagai pembimbing yang harus bertindak sebagai motivator dan fasilitator yang baik.          

2.  Pemecahan Masalah dalam Matematika

Dalam pembelajaran matematika, masalah-masalah yang sering dihadapi siswa berupa soal-soal atau tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa. Pemecahan masalah dalam hal ini adalah aturan atau urutan yang dilakukan siswa untuk memecahkan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan kepadanya.  Semua pemecahan masalah melibatkan beberapa informasi dan untuk mendapatkan penyelesaiannya digunakan informasi tersebut. Informasi-informasi ini pada umumnya merupakan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.     

Pengertian pemecahan masalah menurut Cooney (dalam Kisworo, 2000 : 19), merupakan proses menerima masalah dan berusaha menyelesaikan masalah itu. Sedangkan Polya (dalam Hudoyo, 1979 : 112) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai usaha mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai suatu tujuan yang tidak dengan segera dapat dicapai. Selanjutnya Polya menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan suatu tingkat aktivitas intelektual yang sangat tinggi. Pemecahan masalah adalah suatu aktivitas intelektual untuk mencari penyelesaian masalah yang dihadapi dengan menggunakan bekal pengetahuan yang sudah dimlliki.

Nicholas A. Branca (dalam Krulik, S. dan Robert E. Reys, 1980 : 3)  mengungkapkan tiga interpretasi umum tentang pemecahan masalah, yaitu : pemecahan masalah sebagai tujuan (goal), pemecahan masalah sebagai proses (process), dan pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar (basic skill).

Pemecahan masalah sebagai tujuan menyangkut alasan mengapa matematika itu diajarkan dan apa tujuan pembelajaran matematika. Dalam interpretasi ini, pemecahan masalah bebas dari masalah khusus, prosedur atau metode, dan konten matematika. Yang menjadi pertimbangan utama adalah belajar bagaimana memecahkan masalah, merupakan alasan utama untuk belajar matematika.
Pemecahan masalah sebagai proses muncul dari interpretasinya sebagai proses dinamik dan terus menerus. The National Council of Supervisors of Mathematics (dalam Krulik, S. dan Robert E.Reys, 1980 : 4) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai “proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya kedalam situasi baru dan tak dikenal”. Yang menjadi pertimbangan utama dalam hal ini adalah metode, prosedur, strategi, dan heuristics yang siswa gunakan dalam memecahkan masalah.
Sedangkan pemecahan masalah sebagai keterampilan dasar, menyangkut dua pengertian yang banyak digunakan, yaitu : (1) keterampilan minimum yang harus dimiliki siswa dalam matematika, (2) keterampilan minimum yang diperlukan seseorang agar dapat menjalankan fungsinya dimasyarakat.

Menururt Hudoyo (1979 : 165), Pemecahan masalah merupakan suatu hal yang esensial dalam pembelajaran matematika, sebab :
1)       Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan akhirnya meneliti hasilnya;
2)       Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, merupakan masalah intrinsik bagi siswa;
3)       Potensial intelektual siswa meningkat;
4)       Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan.

Manfaat kemampuan pemecahan masalah dikemukan juga oleh Soedjadi (dalam Kisworo, 2000 : 20), bahwa keberhasilan seseorang dalam kehidupannya banyak ditentukan oleh kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Mengenai aturan atau urutan berupa langkah-langkah dalam pemecahan masalah, sudah banyak ahli yang mengemukakannya.   Gagne (dalam Ruseffendi, 1991 : 169) mengatakan bahwa dalam pemecahan masalah biasanya ada 5 langkah yang harus dilakukan:
a)     menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas;
b)     menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional (dapat dipecahkan);
c)      menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah itu;
d)     mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya pengumpulan data, pengolahan data, dan lain-lain); hasilnya mungkin lebih
      dari sebuah;
e)     memeriksa kembali (mengecek) apakah hasil yang diperoleh itu benar; mungkin memilih pula pemecahan yang paling baik.

Polya (dalam Ruspiani, 2000 : 22) menempatkan pengertian sebagai langkah awal dalam empat pemecahan masalah (problem solving). Keempat langkah  tersebut  adalah:  1) memahami masalah,  2) merencanakan penyelesaian, 3) melaksanakan perhitungan, 4) memeriksa kembali proses dan hasil.

Berbagai macam tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan para pakar, pada prinsipnya dalam pemecahan masalah dilakukan secara teratur dan logis agar diperoleh kebenaran yang reliabel. Dapat dijelaskan pula, bahwa tahap-tahap pemecahan masalah tersebut mencakup :
            [
1)     Perumusan Masalah
Pada tahap ini dimulai dengan memahami apa yang ditanyakan. Melakukan identifikasi terhadap situasi yang dikatakan sebagai suatu masalah. Kemudian merumuskan atau memformulasikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.
2)     Pengumpulan Data/Informasi
Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data atau informasi yang diperlukan. Mengemukakan data-data dan informasi-informasi yang relevan dengan masalah yang akan diselesaikan.
3)     Analisa/Perhitungan
Pada tahap ini, berkenaan dengan memadukan data-data, informasi, serta konsep-konsep apa saja yang diperlukan. Melakukan perhitungan serta menyusun penyelesaian untuk memecahkan soal.
4)     Menarik Kesimpulan
Dari alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih, diambil kesimpulan atau jawaban berdasarkan analisa data yang telah dilakukan. 

3.  Pembelajaran Pemecahan Masalah

Pembelajaran pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham konstruktivisme.  Dengan pendekatan konstruktivisme, guru tidak dapat begitu saja memberikan pengetahuan jadi kepada siswanya.  Agar pengetahuan yang diberikan bermakna, siswa sendirilah yang harus memproses informasi yang diterimanya, menstrukturnya kembali dan mengintegrasikannya dengan pengetahuan yang dimilikinya.  Dalam proses ini guru berperan memberi dukungan dan memberi kesempatan pada siswa untuk menerapkan ide mereka sendiri dan stategi mereka dalam belajar.  Ide pokok dari pendekatan konstruktivisme adalah siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri.

Sudjimat (1996 : 28) mengatakan bahwa : “Belajar pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Karena itu pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong siswa menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah”.
Untuk menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah pada diri siswa, menurut Soedjadi (dalam Kisworo, 2000 : 20) proses belajar mengajar matematika harus mengacu atau berorientasi kepada :
1)       Optimalisasi interaksi antar unsur-unsur dalam proses belajar mengajar, yaitu guru, siswa dan sarana;
2)       Optimalisasi keikutsertaan seluruh sense siswa, termasuk di dalamnya pengertian learning by doing.

Ruseffendi (1988 : 241) menyatakan bahwa : “Pemecahan masalah adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya (out-put)”. Jadi aspek proses merupakan faktor yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah, bukannya aspek produk sebagaimana dijumpai pada pembelajaran konvensional (tradisional). Pengertian proses dalam hal ini menurut Sabandar (2001 : 1) terkandung makna bahwa ketika siswa belajar matematika ada proses reinvention (menemukan kembali). Artinya, prosedur, algoritma, aturan yang harus dipelajari tidaklah disediakan dan diajarkan oleh guru dan siswa siap menampungnya, tetapi siswa harus berusaha menemukannya.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, maka pembelajaran pemecahan masalah menghendaki siswa belajar secara aktif, bukannya guru yang lebih aktif dalam menyajikan materi pelajaran. Dengan belajar aktif, dapat menumbuhkan sifat kreatif. Sifat kreatif yang dimaksud adalah sifat kreatif mencari sendiri, menemukan sendiri, merumuskan sendiri, atau menyimpulkan sendiri. Dengan demikian  pemahaman  terhadap  proses  terbentuknya  suatu konsep lebih diutamakan.

Dalam memecahkan suatu masalah, diperlukan strategi yaitu prosedur/teknik-teknik yang berguna untuk memecahkan berbagai masalah dalam tingkat kesulitan yang bervariasi. Oleh sebab itu strategi pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran pemecahan masalah.    Dengan   strategi   tersebut   siswa   akan   lebih     terarah dalam memahami dan memecahkan masalahnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Nasution, S. (1982 : 175) bahwa strategi merupakan bagian penting dalam pemecahan masalah dan dalam pelajaran umumnya. Dimana strategi itu dipelajari sendiri oleh individu dan biasanya tidak termasuk sebagai sebagian tujuan pelajaran.

The National Council of Supervisors of Mathematics (1977) (dalam Krulik, S. dan Robert E. Reys, 1980 : 4) menyatakan bahwa strategi pemecahan masalah meliputi mengajukan pertanyaan, analisis situasi, menerjemahkan hasil, mengilustrasikan hasil, menggambar diagram, dan menggunakan trial and error. Dalam pemecahan masalah, siswa harus bisa menerapkan aturan-aturan logika yang diperlukan untuk sampai pada konklusi yang valid. Mereka harus dapat menentukan fakta-fakta mana yang relevan. Mereka harus tidak takut untuk mencapai kesimpulan sementara, dan mereka harus berkeinginan untuk meneliti dengan seksama kesimpulan tersebut.

Pemberian latihan pemecahan masalah yang tepat sangat dianjurkan dalam pembelajaran pemecahan masalah. Salah satu alasannya adalah seperti yang dikemukakan oleh Sudjimat (1996 : 30) yaitu : “Dengan memberikan latihan yang banyak siswa akan memiliki pengalaman yang baik dalam pemecahan masalah. Disamping itu, dengan   memberikan  latihan  yang  menantang  dan  bermakna  bagi siswa maka motivasi belajar siswa akan dapat meningkat”.

Selain itu, dalam pembelajaran pemecahan masalah harus memperhatikan pentingnya perubahan peran guru. Menurut Sudjimat (1996 : 30), “Dalam pembelajaran pemecahan masalah guru bukannya berperan sebagai pemberi informasi dan penceramah, tetapi guru harus berperan sebagai fasilitator, motivator, pelatih, dan manajer bagi siswa”. Dari pendapat tersebut berarti guru bertanggungjawab untuk membimbing dan memotivasi siswa agar dapat memahami konsep-konsep yang dipelajari. Juga guru tidak menyajikan materi pelajaran dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya siswa yang aktif dalam menemukan konsep. Selain itu juga guru harus mampu memberi bantuan belajar, mencarikan sumber belajar yang diperlukan siswa. Jadi siswa tidak belajar matematika dengan hanya menerima dan menghafalkannya saja.

Dengan peran guru seperti di atas, diharapkan siswa dapat belajar secara aktif, memiliki kesempatan belajar yang lebih banyak, mendapatkan pengalaman belajar yang lebih banyak dan lebih bermakna, serta menikmati lingkungan belajar yang lebih menyenangkan. Menurut Ausubel (dalam Dahar, 1996 : 110), belajar bermakna akan terjadi jika siswa dapat menghubungkan atau mengaitkan informasi atau pengetahuan (berupa konsep-konsep atau lain-lain) yang telah dimilikinya. Dengan kata lain, belajar bermakna adalah belajar yang menekankan pada proses pembentukan konsep.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah, penekanan kegiatan ditujukan pada apa yang harus dipecahkan dan bagaimana memecahkan permasalahan itu secara sistematis dan logis. Siswa diharapkan dapat menggunakan operasi berpikir tingkat tinggi yang memungkinkan siswa untuk dapat memecahkan  masalahnya.

Suatu kondisi yang mendukung terlaksananya kegiatan pemecahan masalah diantaranya adalah keinginan atau ketertarikan siswa terhadap masalah yang dihadapinya. Jacobson, Lester, dan Stengel (dalam Krulik, S. dan Robert E. Reys, 1980 : 127) mengajukan tiga prinsip dasar agar siswa tertarik untuk menyelesaikan masalah, yaitu :
1)       Berikan kepada siswa pengalaman langsung, aktif, dan berkesinambungan dalam menyelesaikan soal-soal beragam;
2)       Ciptakan hubungan yang positif antara minat siswa dalam menyelesaikan soal dengan keberhasilan mereka; dan
3)       Ciptakan hubungan yang akrab antara siswa, permasalahan, prilaku pemecahan masalah, dan suasana kelas.




4. Penutup

Dalam pembelajaran matematika, masalah-masalah yang sering dihadapi siswa berupa soal-soal atau tugas-tugas yang harus diselesaikan siswa. Pemecahan masalah dalam hal ini adalah aturan atau urutan yang dilakukan siswa untuk memecahkan soal-soal atau tugas-tugas yang diberikan kepadanya.  Semua pemecahan masalah melibatkan beberapa informasi dan untuk mendapatkan penyelesaiannya digunakan informasi tersebut. Informasi-informasi ini pada umumnya merupakan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam matematika.     

Pemecahan masalah sebagai tujuan dan sebagai proses merupakan kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika, karena kemampuan pemecahan masalah yang diperoleh dalam suatu pembelajaran matematika pada umumnya dapat ditransfer untuk digunakan dalam memecahkan masalah lain.

Pembelajaran pemecahan masalah merupakan pembelajaran konstruktivisme. Dalam pembelajaran ini guru bertanggungjawab untuk membimbing dan memotivasi siswa agar dapat memahami konsep-konsep yang dipelajari. Juga guru tidak menyajikan materi pelajaran dalam bentuk jadi, tetapi sebaliknya siswa yang aktif dalam menemukan konsep. Selain itu juga guru harus mampu memberi bantuan belajar, mencarikan sumber belajar yang diperlukan siswa. Jadi siswa tidak belajar matematika dengan hanya menerima dan menghafalkannya saja.

DAFTAR PUSTAKA :

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics in Scondary School. New York : Wm C. Brown Company Publiser.
Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga
Hudoyo, H. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika & Pelaksanaanya di Depan Kelas.  Surabaya : Usaha Nasional.

Kisworo, A. (2000).  Pembelajaran  Pemecahan  Masalah pada Pembelajaran Geometri di Kelas I SMU Petra 5 Surabaya. Tesis. Surabaya : PPS  Universitas  Negeri  Surabaya.
Krulik, Stephen dan Robert E. Reys. (1980). Problem Solving in School Mathematics. Virginia. NCTM.
Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta : Bina Aksara.
Ruseffendi, E. T. (1988). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengem-bangkan Kompetensinya Dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Ruseffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya  dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung : Tarsito.

Ruspiani. (2000). Kemampuan Siswa dalam Melakukan Koneksi Matematika. Tesis :  PPS UPI, Bandung.

Sudjimat, Dwi Agus. (1996). Pembelajaran Pemecahan Masalah : Tinjauan Singkat Berdasar Teori Kognitif. Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains. Malang : IKIP Malang.
Wahyudin. (1999). Kemampuan Guru Matematika, Calon Guru Matematika, Dan Siswa Dalam Mata Pelajaran Matematika. Disertasi. Bandung : IKIP Bandung.
Zulkardi. (2001). Realistic Mathematics Education : Teori, Contoh Pembelajaran Dan Taman Belajar di Internet. Makalah disajikan pada seminar sehari “Realistic Mathematics Education” di kampus UPI. Bandung, 4 April 2001.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar