Rabu, 06 Februari 2013

PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOMETRI MELALUI PEMBELAJARAN PEMECAHAN MASALAH


PENINGKATAN HASIL BELAJAR GEOMETRI MELALUI PEMBELAJARAN
 PEMECAHAN MASALAH *)
 Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Pendidikan di selenggarakan FKIP Unsri, 
 tanggal 8 Mei 2010 di Palembang.

Oleh
Buang Saryantono**)
Dosen STKIP PGRI Bandar Lampung


Abstrak;  Penelitian bertujuan  untuk meningkatkan hasil belajar geometri dimensi tiga. Geometri merupakan salah satu aspek mata pelajaran matematika yang perlu dikaji dan dipelajari secara mendalam karena geometri digunakan oleh hampir setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Untuk memenuhi tujuan tersebut KTSP menuntut guru untuk menciptakan kelas yang menyenangkan dalam suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan inovatif. Pembelajaran yang menciptakan prilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman salah satu diantaranya adalah pembelajaran pemecahan masalah, karena pembelajaran pemecahan masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Oleh sebab penelitian ini akan mencoba melakukan perbaikan dalam proses pembelajaran dengan melakukan penelitian tindakan kelas.

Kata Kunci:  Hasil belajar, pembelajaran pemecahan masalah



A.     PENDAHULUAN


1. Latar Belakang  Masalah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 23 tahun 2006  tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis, analitis, kritis, dan kreatif,  serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi ini diberikan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sedangkan standar kompetensi kelulusan pada satuan pendidikan  menengah  umum  bertujuan  untuk

meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Hal ini menunjukkan bahwa matematika sangat penting artinya dalam kehidupan sehari-hari, semua aspek kehidupan memerlukan perhitungan matematika, oleh karena itu matematika diberikan kepada peserta didik dari pendidikan sekolah dasar sampai perguruan tinggi

Matematika adalah ilmu universal yang merupakan dasar dari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Sedangkan tujuan pelajaran matematika berdasarkan Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tersebut agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterakaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efesien,dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain utuk menjelaskan keadaan atau masalah, (5) Memiliki  sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam memecahkan masalah.

KTSP SMA pada mata pelajaran matematika ada enam aspek yang,  dipelajari, yaitu: (1) Logika, (2) Aljabar, (3) Geometri, (4) Trigonometri, (5) Kalkulus, (6) Statistika dan Peluang

Geometri merupakan pengetahuan tentang hubungan dan pemahaman secara mendalam tentang bangun geometris serta sifat-sifatnya, yang berguna dalam berbagai situasi dan berkaitan dengan topik-topik matematika dan pelajaran lain. Studi tentang geometri dapat membantu siswa merepresentasikan kemampuannya dan mencapai pandangan tertentu tentang dunianya. Penguasaan model-model geometrik serta sifat-sifatnya dapat memberikan suatu perspektif bagi siswa, sehingga ia dapat menganalisis dan memecahkan masalah yang terkait dengan bangun-bangun geometri.

Herawati (1994), menyatakan bahwa bagian dari matematika yang dapat menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis antara lain adalah bagian geometri. Menurut Max A. Sobel & Evan  M Maletsky dialih bahasakan oleh Suyono  (2003) bahwa Geometri merupakan mata pelajaran yang kaya akan materi yang dapat dipakai untuk memotivasi yang dapat menarik perhatian, dan imajenasi murid-murid dari tingkat dasar sampai murid-murid sekolah menengah dan bahkan diperguruan tinggi. Sedangkan menurut Van De Walle (dalam Syaifudin 2009), Geometri merupakan cabang matematika yang perlu dikaji dan dipelajari secara mendalam karena geometri digunakan oleh hampir setiap orang dalam kehidupan sehari-hari. Ilmuwan, insinyur dan pengembang perumahan adalah sebagian kecil contoh profesi yang menggunakan geometri. Gometri juga digunakan untuk mendesain rumah, taman atau dekorasi.

Keberhasilan belajar siswa  dipengaruhi oleh banyak faktor, dapat berasal dari diri siswa maupun dari guru sebagai pengajar.  Seorang guru haruslah memiliki kompetensi yang cukup sebagai pengelola pembelajaran.  Seorang guru yang memiliki kompetensi, diharapkan akan lebih baik, dan mampu menciptakan suasana, lingkungan belajar yang efektif, sehingga hasil belajar siswa akan optimal. Menurut Ruseffendi (2005) bahwa di samping faktor penyebab yang sebagian tergantung pada murid dan sebagian lagi tergantung pada guru, terdapat faktor penyebab yang hampir sepenuhnya  tergantung kepada guru yaitu kemampuan (kompetensi), suasana belajar dan kepribadian guru sebagai manusia model.

Pertanyaan yang timbul adalah bagaimana upaya guru menciptakan pembelajaran dengan komunikasi multi arah, meningkatkan aktivitas, meningkatkan penguasaan konsep, meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, dan meningkatkan prestasi belajar siswa?  Upaya-upaya yang dapat dilakukan guru untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa di antaranya adalah memilih pembelajaran yang relevan.

Pada pembelajaran geometri khususnya diperlukan pengetahuan konseptual, dan pengetahuan prosedural. Pengetahuan konseptual menyangkut keterkaitan  banyak konsep, sedangkan pengetahuan prosedural berkaitan dengan tahap-tahap atau urutan pekerjaan yang harus dilakukan. Setiap tahap memerlukan penguasaan konsep-konsep tertentu. Oleh sebab itu pembelajaran pemecahan masalah diperlukan dalam pembelajaran geometri. Hal ini sesuai dengan karakteristik pemecahan masalah yang melibatkan beberapa informasi atau konsep, dan untuk penyelesaiannya membutuhkan informasi atau konsep tersebut.

Dalam pembelajaran, guru mempunyai peran yang sangat besar dalam keberhasilan  belajar siswa. Seorang guru harus dapat menciptakan proses pembelajaran yang  menyenangan dalam suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan efektif.

Pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, efektif dan psikomotorik, sehingga mengakibatkan siswa akan merasa bosan dan kurang berminat untuk belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru harus selalu meningkatkan kualitas profesionalisme agar siswa dapat belajar mandiri dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran. Mengupayakan siswa mempunyai hubungan yang erat antara siswa dengan guru, siswa dengan siswa,  dan juga dengan lingkungan sekitarnya.

Pembelajaran yang menciptakan prilaku kerjasama dan menghargai keanekaragaman salah satu diantaranya adalah pembelajaran pemecahan  masalah, karena pembelajaran pemecahan  masalah memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan ketrampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Ini sejalan  dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan   yang menuntut guru menciptakan suasana kelas yang menyenangkan.
  
B.  DESKREPSI TEORITIS
1.      Belajar dan Hasil Belajar


Menurut Winkel (1991) menyatakan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang bersifat relatif konstan dan berbekas.. Menurut W. Gulo (2002)  menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang berlangsung di dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lalunya baik tingkah laku dalam berfikir bersikap dan berbuat. Sedangkan menurut Dimyati dan Mujiono (2006) belajar adalah seperangkat alat kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan, melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru.

Dari definisi belajar yang diuraikan di atas, dapat kesimpulan bahwa belajar adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan tingkah laku.

Menurut Hamalik (2004), hasil belajar adalah “ terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan , sikap dan keterampilan, perubahan tersebut diartikan terjadinya peningkatan dan perkembangan yang lebih baik dengan sebelumnya, misalnya tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan, dan seterusnya.  Sedangkan menurut Dimyati dan Mulyono (2006) Hasil belajar merupakan hasil dari sesuatu interaksi tindak belajar dan tindak pembelajaran. Dari sisi guru, tindak pembelajaran diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari isi siswa, hasil belajar adalah merupakan akhir pengalaman dan puncak proses belajar.

Dengan demikian hasil belajar merupakan penguasaan siswa terhadap pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan dipengaruhi oleh bakat, mutu pengajaran, kesanggupan memahami, ketekunan, dan keterisedanya waktu belajar. Hasil belajar ini diukur melalui tes hasil belajar, setelah siswa mengikuti kegiatan pembelajaran.


 2.  Hakekat Matematika

Menurut Hamzah (2008), Matematika merupakan pelajaran yang memerlukan pemusatan pemikiran untuk mengingat dan mengenal kembali sebuah aturan-aturan yang ada yang harus dipenuhi untuk mnguasai materi yang dipelajari. Menurut Russefendi (2005) yang dimaksud dengan matematika adalah “ ilmu tentang struktur yang berorganisasi, sebab berkembang dari unsur tak terdifinisikan keabsolunya atau aksioma dan dalil atau teori.

Matematika adalah ilmu universal yang merupakan dasar dari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan mengembangkan daya pikir. Untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Dengan demikian matematika adalah ilmu yang struktur dan terorganisasi dalam mempelajari konsep-konsep, dalil, teori, serta unsur-unsur yang tidak didefinisikan menjadi suatu asumsi yng konkrit.

3.  Pembelajaran Geometri

Geometri adalah ilmu tentang ruang …. Ruang dimana anak hidup, bernapas, dan bergerak. Ruang dimana anak harus belajar untuk mendapatkan pengetahuan, melakukan eksplorasi, dan menaklukkannya agar ia dapat bertahan hidup, bernapas, dan bergerak lebih baik di dalamnya. (Freudenthal dalam NCTM, 1989).

Geometri merupakan salah satu komponen penting dalam kurikulum matematika sekolah. Pengetahuan tentang hubungan, dan pemahaman secara mendalam tentang bangun geometris serta sifat-sifatnya, berguna dalam berbagai situasi dan berkaitan dengan topik-topik matematika dan pelajaran lain di sekolah. Studi tentang geometri dapat membantu anak merepresentasikan kemampuannya dan mencapai pandangan tertentu tentang dunianya. Penguasaan model-model geometrik serta sifat-sifatnya dapat memberikan suatu perspektif bagi siswa, sehingga ia dapat menganalisis dan memecahkan masalah yang terkait dengan bangun-bangun geometri.

Dalam unit geometri, juga dibahas tentang bangun-bangun ruang.  Selain itu Herawati (1994), menyatakan bahwa bagian dari matematika yang dapat menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis antara lain adalah bagian geometri.

Namun dalam penelitian ini yang akan dibahas hanya pada aspek geometri pada ruang dimensi tiga pada kelas X dengan materi pokok kedudukan titik, garis, dan bidang dalam ruang dimensi tiga.

4.  Masalah dan Pemecahan Masalah

Problem atau masalah bagi seseorang adalah suatu kesenjangan (gap) antara dua pengertian yang dimilikinya dan iapun tidak tahu cara mengatasinya Hayes (dalam Arifin, 1997). Selanjutnya Arifin menyatakan bahwa salah satu bentuk problem dalam pengajaran di kelas dapat diartikan sebagai soal, yang dalam proses penyelesaiannya tidak dapat dilakukan dengan “recall” saja, tetapi harus melalui analisa dan penalaran. Bell (1978) mengemukakan bahwa suatu situasi akan merupakan masalah bagi seseorang bila ia menyadari keberadaan situasi tersebut, mengakui bahwa situasi tersebut memerlukan tindakan, dan ia tidak dengan segera dapat menemukan pemecahan pemecahan terhadap situasi tersebut.

Menurut Ruseffendi (2005) mengemukakan bahwa suatu persoalan merupakan masalah bagi seseorang ; pertama, bila siswa belum mempunyai prosedur atau algoritma tertentu untuk menyelesaikannya; kedua, siswa harus mampu menyelesaikannya; dan ketiga, bila ada niat menyelesaikannya. Sedangkan Hudoyo (2002) menyatakan bahwa suatu pertanyaan merupakan masalah bagi seseorang, bila orang itu tidak memiliki aturan/hukum tertentu yang segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut.
Dalam matematika tidak semua soal dapat digolongkan sebagai masalah.  Suatu soal matematika dapat merupakan masalah bagi seorang siswa tetapi hanya persoalan rutin belum tentu merupakan masalah. Soal yang merupakan “masalah” adalah soal rutin biasanya mencakup aplikasi suatu prosedur matematika yang sama atau mirip dengan hal yang baru dipelajari.  Sedangkan dalam masalah tidak rutin, untuk sampai pada prosedur yang benar diperlukan pemikiran yang lebih mendalam.

Dari uraian-uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa suatu situasi merupakan masalah bagi seseorang, jika dia menyadari eksistensi situasi tersebut, menyadari bahwa situasi persoalan tersebut menghendaki tindakan penyelesaian, ia pun mau atau perlu  bertindak,  dan dalam melakukan  tindakan  dan  ia  tidak  segera  mampu menyelesaikan masalah.


5. Pembelajaran Pemecahan  Masalah

Sudjimat (1996) mengatakan bahwa: “Belajar pemecahan masalah pada hakekatnya adalah belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan masalah-masalah baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya. Karena itu pembelajaran yang bernuansa pemecahan masalah harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu merangsang siswa untuk berpikir dan mendorong siswa menggunakan pikirannya secara sadar untuk memecahkan masalah”. Sedangkan nenurut Ruseffendi (2005) menyatakan bahwa : “Pemecahan masalah adalah pendekatan yang bersifat umum yang lebih mengutamakan kepada proses daripada hasilnya (out-put)”. Jadi aspek proses merupakan faktor yang utama dalam pembelajaran pemecahan masalah, bukannya aspek produk sebagaimana dijumpai pada pembelajaran konvensional (tradisional).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka pembelajaran pemecahan masalah menghendaki siswa belajar secara aktif, bukannya guru yang lebih aktif dalam menyajikan materi pelajaran. Dengan belajar aktif, dapat menumbuhkan sifat kreatif. Sifat kreatif yang dimaksud adalah sifat kreatif mencari sendiri, menemukan sendiri, merumuskan sendiri, atau menyimpulkan sendiri. Dengan demikian  pemahaman  terhadap  proses  terbentuknya  suatu konsep lebih diutamakan.

Dalam memecahkan suatu masalah, diperlukan strategi yaitu prosedur /teknik-teknik yang berguna untuk memecahkan berbagai masalah dalam tingkat kesulitan yang bervariasi. Oleh sebab itu strategi pemecahan masalah sangat penting dalam pembelajaran pemecahan masalah. Dengan strategi tersebut   siswa akan lebih terarah dalam memahami dan memecahkan masalahnya.

Pemberian latihan pemecahan masalah yang tepat sangat dianjurkan dalam pembelajaran pemecahan masalah. Salah satu yang alasannya adalah seperti yang dikemukakan oleh Sudjimat (1996) yaitu : “Dengan memberikan latihan yang banyak siswa akan memiliki pengalaman yang baik dalam pemecahan masalah. Di samping itu, dengan   memberikan  latihan  yang  menantang  dan  bermakna  bagi siswa maka motivasi belajar siswa akan dapat meningkat”.
Gagne (dalam Ruseffendi, 2005) mengatakan bahwa pemecahan masalah biasanya ada 5 langkah yang harus dilakukan, yaitu :
a.       menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas;
b.      menyatakan masalah dalam bentuk yang operasional;
c.       menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk digunakan dalam memecahkan masalah itu;
d.      mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya (pengumpulan data, pengolahan data, dan lain-lain); hasilnya mungkin lebih dari sebuah;
e.       memeriksa kembali apakah hasil yang diperoleh itu benar, mungkin memilih pula pemecahan yang paling baik.

Tokoh metode pemecahan masalah  adalah Polya. Masalah dalam matematika bagi siswa adalah persoalan atau soal matematika. Menurut Polya suatu soal matematika akan menjadi masalah bagi seorang anak jika ia:
(1)   mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan ditinjau dari segi kematangan mentalnya dan ilmunya,
(2)   belum mempunyai algoritma atau prosedur untuk menyelesaikan, dan berlainan yang sembarang letaknya, dan
(3)   berkeinginan untuk menyelesaikannya.

Selanjutnya menurut Polya (1985), pemecahan masalah terdiri atas empat langkah pokok, yaitu:1) memahami masalah (understanding the problem), (2) menyusun rencana (devising plan), (3) melaksanakan rencana (carrying out the plan), (4) memeriksa kembali (looking back).

Dari berbagai tahapan pemecahan masalah yang dikemukakan di atas, maka tahapan pemecahan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Polya yaitu: (1) memahami masalah (2) menyusun rencana, (3) melaksanakan rencana, dan  (4) memeriksa kembali.

6. Teori-Teori yang Berkitan dengan Pembelajaran Pemecahan  Masalah

1)      Teori Piaget dan Pandangan Konstruktisvisme. Kaitan antara teori Piaget dengan pembelajaran pemecahan  masalah: (1) asimilasi yaitu siswa dihadapkan dengan suatu masalah baru yang masuk dalam pikirannya, (2) siswa melakukan akomodasi  yaitu siswa dituntut untuk menyususun informasi baru yang diajukan tersebut ke dalam pikirannya.
 2). Jerome S. Bruner. Kaitan dengan teori Bruner adalah dalil penyusun dengan pendekatan pembelajaran pemecahan masalah yaitu: (1) siswa belajar melalui partisipasi aktif dalam memahami konsep, prinsip, aturan dan teori, (2) siswa terlibat aktif untuk mengontruksi, dan mengajukan masalah yang dapat diselesaikan sesuai dengan situasi yang diberikan. 

3). Teori Robet M. Gange. Kaitan antara teori yang dikemukan Gagne adalah pemecahan masalah merupakan akar dari pembelajaran. Dengan demikian keterkaitan antara teori Gagne dengan pembelajaran pemecahan masalah adalah tuntutan  kemampuan siswa untuk memahami masalah, merencanakan dan menjalankan strategi penyelesaian masalah berdasarkan situasi.

4) Teori Vygotsky. Kaitan antara teori Vygostky dengan pembelajaran pemecahan masalah yaitu pada tahapan pemberian arahan, dorongan, dan membantu siswa pada saat terjadi kemandegan berfikir. Pada proses selanjutnya lebih ditekankan kepada keaktifan siswa, sehingga pembelajaran tidak berpusat pada guru.


C. PENUTUP
Secara teoritis pembelajaran pemecahan masalah dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran pemecahan masalah menuntut anak untuk aktif, kreatif dan ivovatif.


DAFTAR PUSTAKA
Arends, (1997). Classroom Intruction and Management. New York: Mc Grow-Hill Companics Inc.

Arifin, Mulyati. (1997). Dinamika Berpikir Siswa Sekolah Dasar Dalam Mengantisipasi Perkembangan Sains Dan Teknologi. Disertasi. Bandung : IKIP Bandung.

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics in Scondary School. New York : Wm C. Brown Company Publiser.

Badan Standar Nasional Pendidikan, (2006). Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Tingkat Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah, Jakarta: PT. Binatama Raya

Dahar, Ratna Wilis. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga

Djaali & Muljono, Puji (2008). Pengukuran dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: PT Garsindo

Dimyati dan Mujiono, (2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Rienika Cipta


Gulo. W, (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo

Gordah, E,K. (2009) “Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Pemecahan Masalah Matematik melalui Pendekatan Open Ended,  UPI Bandung


Hamalik,  (2004) Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara

Herawati. (1994). Penelusuran Kemampuan Siswa Sekolah Dasar dalam memahami Bangun-bangun Geometri (studi kasus di kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 4 Purus Selatan). Tesis. Malang : PPS IKIP Malang.

Hudoyo, Herman,. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika dan Pelaksanaannya Di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional

Hudoyo, Herman, (2002). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Nasution,S. (2009). Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta. PT Bumi Aksara.

NCTM.. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Virginia : Association Drive.

Masnur Muslich, (2009). Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta : PT Bumi Aksara

Ruseffendi,E.T. (2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi,E.T. (2005). Dasar-Dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Tarsito, Bandung.

Polya,G. (1985). How to Solve It.. A New Aspect of Mathematical Method. Scond Edition. Princeton University Pres Princeton, New Jersey.


Slavin, Robert E. (1996). Educational Psychology: Theory Into Practice. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers.

Sudjimat, D.A. (1996). Pembelajaran Pemecahan Masalah : Tinjauan Singkat Berdasar Teori Kognitif. Jurnal Pendidikan Humaniora dan Sains. Malang : IKIP Malang.

 

Sudjana, A. (2002). Metode Statistik. Bandung : Tarsito


Suherman, E. dan Sukjaya, Y. (1990). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika.  Bandung : Wijaya Kusuma

Sukarno, (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Surakarta: Media Perkasa

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.

Surapratama, (2005). Analisis, Validitas, Reliabilitas, dan Interprestasi Hasil Tes. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.

 

Sutiarso, Sugeng. (2000). Problem Posing: Strategi Efektif Meningkatkan Aktivitas Siswa Dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Konperensi Nasional Matematika X. Majalah Ilmiah Himpunan Matematika Indonesia. Bandung: Institut Teknologi Bandung.


Suratman, (2009). Peningkatan kemampuan Pemecahan Masalah dalam Matematika siswa yang Mendapat Pembelajaran Disertai Penyusunan Peta Konsep. UPI Bandung

Tim  SMA, (2008). Materi dan Metodologi Pembelajaran Matematika, Bandung: UPI Bandung

Winkel, W. S. (1991). Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Grasindo

1 komentar:

  1. Casinos that accept US players - Wooricasinos.info
    US Players Accepted — 온카판 The 해외 안전 놀이터 casinos that accept 안전 사이트 US players are as follows: · Casino. Las Atlantis 심바 먹튀 · Casino. Poker · Casino. Poker bet365 배당

    BalasHapus