Rabu, 06 Februari 2013

PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA



PENGARUH MODEL PROBLEM BASED LEARNING(PBL)
TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA
(Eksperimen di SMA Adiguna Bandar Lampung)1


Buang Saryantono*
Dosen PNSD pada STKIP PGRI Bandar Lampung

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model Problem Based Learning (PBL) lebih tinggi atau sama dengan rata-rata hasil belajar siswa yang mengunakan model pembelajaran konvensional. Populasi dalam penelitian ini kelas X SMA Adiguna Bandar Lampung yang terdiri dari 5 kelas, sedangkan sampel diambil dua kelas, yaitu kelas X.2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.3 sebagai kelas kontrol. Teknik yang digunakan untuk menentukan sampel adalah Cluster Random Sampling dengan cara mengundi jumlah kelas yang menjadi populasi. Teknik mengumpulkan data menggunakan tes yang terlebih dahulu telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Hipotesis dari penelitian ini adalah  rata-rata hasil belajar yang menggunakan PBL lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Sedangkan untuk menganalisis data dalam pengujian hipotesis digunakan rumus t. Berdasarkan hasil perhitungan rumus statistik t didapat t hitung  = 3.76. Sedangkan nilai t tabel pada taraf signifikan 5% dengan dk =86 didapat t(0.975)(86) = 1,99. Dengan demikian terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran PBL dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Ini berarti  bahwa hasil rata-rata hasil belajar matematika yang pembelajarannya menggunakan model PBL lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang tidak menggunakan model PBL.

Kata Kunci: PBL, hasil belajar
                                                                                                                                      
Salah satu tujuan  pembelajaran aspek  yang harus diperhatikan oleh guru adalah aspek pengembangan dalam diri siswa yakni kemampuan berpikir dan ketrampilan.  Seorang siswa bila memiliki kemampuan berpikir yang lebih baik akan menerima materi pelajaran dengan baik pula dan lebih mudah mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam pembelajaran matematika banyak keluhan dari guru karena kemampuan siswa rendah dalam menerapkan konsep matematika, ini dimungkinkan banyaknya kesalahan siswa dalam memahami konsep matematika yang mengakibatkan  kesalahan-kesalahan dalam mengerjakan soal yang berakhir hasil belajar siswa menjadi rendah,  baik dalam ulangan harian maupun ujian semester.

           Rendahnya mutu pembelajaran matematika ini dapat diartikan kurang efektifnya proses pembelajaran, yang dapat berasal dari siswa, guru maupun sarana dan prasarana yang kurang memadai.  Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengisyaratkan agar dalam proses pembelajaran menyenangkan dalam suasana pembelajaran yang aktif, kreatif dan efektif (PAKEM).
[
Model pembelajaran yang kurang efektif dan efisien, menyebabkan tidak seimbangnya kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga mengakibatkan siswa akan merasa bosan dan kurang berminat untuk belajar. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru harus selalu meningkatkan kualitas profesionalisme agar siswa dapat belajar mandiri dengan cara memberikan kesempatan belajar kepada siswa dengan melibatkan siswa secara efektif dalam proses pembelajaran.

Model PBL dikembangkan dari pemikiran nilai-nilai demokrasi, belajar efektif perilaku kerja sama dan menghargai keanekaragaman di masyarakat. Dalam pembelajaran guru harus dapat menciptakan lingkungan belajar sebagai suatu sistem sosial yang memiliki ciri proses demokrasi dan proses ilmiah. Medel PBL merupakan jawaban terhadap praktek pembelajaran kompetensi serta merespon perkembangan dinamika sosial masyarakat. Selain itu pembelajaran model PBL pada dasarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari pembelajaran kelompok.

Selain itu model PBL digunakan untuk merangsang berfikir tingkat tinggi dengan situasi berorientasi pada masalah, termasuk didalamnya belajar bagaimana belajar. Peran guru dalam model PBL adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan dialog. Model PBL tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar model PBL terdiri dari penyajian kepada siswa situasi masalah yang bermakna dan dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan secara berkelompok

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMA Adiguna Bandar Lampung adalah 65, sedangkan KKM yang dicapai siswa baru mencapai 55%. Untuk itu perlu suatu cara untuk memperbaiki hasil belajar dengan cara mengujicobakan suatu model yaitu model PBL. Dengan demikan rumusan masalah  yang ajukan  adalah ”Apakah ada pengaruh model Problem Based Learning terhadap hasil belajar matmatika siswa?”


DESKREPSI TEORITIS

1.      Model Problem Based Learning

Model PBL merupakan model pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerja sama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah didunia nyata dalam kehidupan sehari-hari. Simulasi masalah digunakan untuk mengaktifkan keingin tahuan siswa sebelum mulai mempelajari suatu subyek. Model PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara tepat sumber-sumber pembelajaran.
[

Model PBL didesain dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan struktur masalah real yang berkaitan dengan konsep-konsep matematika yang akan diajarkan, siswa tidak hanya sekedar menerima informasi dari guru saja tetapi guru harus memotivasi dan menfasilitasi dan mengarahkan siswa agar terlibat secara aktif dalam seluruh proses pembelajaran.

Model PBL memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan model PBL siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang diajarkan. 

Teori-Teori Belajar yang berkaitan dengan PBL antara lain adalah teori belajar konstruktivisme dan teori Jerome S. Bruner. Dalam teori  belajar konstruktivisme lebih ditekankan bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada peserta didik, tetapi peserta didik harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Dengan kata lain, guru mengajar peserta didik menjadi sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar dan menemukan pengetahuannya sendiri. Menurut Hudoyo (dalam Sutiarso, 2000 : 630) menyatakan bahwa belajar matematika itu merupakan proses membangun/ mengkonstruksi pemahaman seseorang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Sedangkan pendekatan konstruktivis dikatakan oleh Slavin (1994 : 225) bahwa : “Constructivist approaches to teaching emphasized top down rather than bottom up instruction. Top down means that students begin with complex problem to solve and then work out or  discover (with teacher’s guidance) the basic skill required. This top down processing opproach is contrasted with the traditional bottom up strategy in wich basic skill gradually built into more complex skill”. Ini menunjukkan bahwa, pendekatan konstruktivis dalam pembelajaran lebih menekankan pembelajaran top down dari pada botom up. Top down berarti siswa  mulai dari masalah kompleks untuk dipecahkan kemudian siswa memecahkan atau menemukan (dengan bimbingan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan. Pendekatan top down ini berlawanan dengan strategi bottom up tradisional, pendekatan bottom up dimulai dari keterampilan dasar secara bertahap dibangun menjadi keterampilan yang lebih kompleks. Selanjutnya Suparno (1997 : 73) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip belajar konstruktivisme, adalah sebagai berikut : pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif, tekanan dalam proses belajar mengajar terletak pada siswa, mengajar adalah membantu siswa belajar, proses belajar mengajar lebih ditekankan pada proses bukan pada hasil akhir, dan guru adalah fasilitator.
Sedangkan menurut teori Bruner dalam Nasution (1982 : 9) menyatakan bahwa  dalam proses belajar, peserta didik menempuh tiga fase, yaitu : (1) fase informasi (tahap penerimaan materi), (2) fase transformasi (tahap pengubahan materi), dan (3) fase evaluasi (tahap penilaian materi). Dalam fase informasi, siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah informasi atau keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Diantara informasi yang dipelajari itu, ada yang sama sekali baru dan berdiri sendiri, ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Fase transformasi,  informasi yang telah diperoleh, harus dianalisis, diubah atau ditransformasi ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas.  Pada fase evaluasi, siswa akan menilai sendiri sejauh mana pengetahuan (informasi) yang telah diperoleh dan ditransformasikan dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala-gejala lain atau memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut Ibrahim & Nur (dalam Nurhadi dkk, 2002:2) Pembelajaran Problem Based Learning dikenal dengan nama lain seperrti Project-Based Learning (Pembelajaran Proyek), Eksperience-Based Education (Pendidikan Berdasarkan Pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik) dan Anchored Instruction (Pembelajaan berakar pada dunia nyata)”.



2.  Pelakasanaan Problem Based Learning

Peran guru dalam model PBL adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pembelajaran metode PBL tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas lebih kritis yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Untuk itu guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentng matematika sehingga mampu mengarahkan siswa menerapkan pengetahuannya dalam berbagai situasi masalah. 
Tahapan model PBL sangat terkait dengan stategi pemecahan masalah yang dikemukakan Polya. Secara garis besar tahapan-tahapan dalam pembelajaran PBL terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:
a.       Orientasi siswa pada masalah
Pada tahap ini guru menjelaskan tujuan pembelajaan, menjelaskan bahan dan alat-alat yang diperlukan, memotivasi siswa supaya telibat secara aktif pada aktivitas pemecahan masalah.  
b.      Mengorganisasi siswa untuk memahami masalah
Pada tahap ini guru membimbing siswa untuk memahami masalah yaitu dengan cara mengidentifikasi apa yang ditanyakan, data-data yang terdapat pada masalah, syarat atau kondisi yang harus dipenuhi, dan menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang operasional.
c.       Membimbing penyelidikan dan merencanakan penyelesaian
Pada tahap ini guru mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menyusun rencana penyelesaian masalah.
d.      Melaksanakan rencana penyelesaian dan mengecek kembali hasil penyelesaian
Pada tahap ini guru memandu siswa dengan mengajukan pertanyaan atau petunjuk singkat ketika siswa menjalankan renacana penyelesaian maupun ketika mengecek hasil penyelesaian.
e.       Diskusi kelas untuk membahas hasil penyelesaian
Pada tahap ini guru mengorganisasi kelompok-kelompok yang harus tampil melaporkan hasil kerja mereka di depan kelas. Guru merekomendasi kelompok yang akan tampil berdasarkan berdasarkan strategi pemecahan masalah yang benar atau juga menampilkan kelompok yang prosedur penyelesaiannya keliru. Pada diskusi kelas ini guru memberikan penekanan-penekanan pada konsep matematika yang muncul dari penyelesaian dan bersama-sama siswa membuat kesimpulan dari poses dari hasil penyelesaian.

3.  Hasil Belajar


Belajar pada prinsipnya merupakan proses perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi siswa dengan sumber-sumber atau obyek belajar baik secara sengaja dirancang atau tanpa sengaja dirancang. Tercapainya tujuan  belajar dapat dilihat dari tingkat keberhasilan siswa. Belajar merupakan berubah, dalam hal ini yang dimaksudkan bahwa belajar berarti usaha merubah tingkah laku, cara berfikir dan kepribadian.  “Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar” Abdurrahman (2003:37). Belajar itu sendiri merupakan suatu proses  dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu bentuk perubahan tingkah laku yang relatif menetap.  Anak yang berhasil belajar adalah yang berhasil mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar. Dari sisi guru, tindakan mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, dari sisi siswa hasil belajar merupakan puncak proses belajar. Dimyati dan Mujiono (2002:3).Sedangkan nilai yang diperoleh waktu ulangan bukanlah meng-gambarkan partisipasi, tetapi menggambarkan hasil belajar. Arikunto (2001: 57)
Berdasarkan uraian di atas hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh, dikuasai, atau dimiliki oleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung yang dapat ditunjukkan dengan nilai-nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes.
Tes merupakan kegiatan yang dilakukan siswa untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tertulis) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Sudjana (2001 : 86)
Berdasarkan pendapat di atas  tes pada umumnya digunakan untuk menilai hasil belajar siswa  terutama hasil belajar kognitif, tes dapat digunakan sebagai penentuan tingkat pencapaian siswa.



4.  Kerangka Pikir


Model Problem Based Learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.

Model PBL akan memungkin siswa lebih mengerti dan memahami suatu konsep atau aturan (rumus) matematika, karena mereka menghubungkan materi pelajaran dengan dunia nyata. Dengan demikian siswa akan berpikir kritis dalm memecahkan masalah pelajaran matematika. Sehingga siswa akan mendapat hasil belajar yang maksimal.
Pembelajaran dengan model PBL membuat siswa lebih terpacu semangatnya dan rasa ingin tahu siswa menjadi lebih besar terhadap materi yang dipelajari dan pembelajaran ini terpusat pada guru dan siswa sehingga siswa akan lebih aktif dalam proses pembelajan. Dengan demikin, diharapakan dengan model PBL dalam proses pembelajaran siswa hasil belajar akan meningkat.

5.  Hipotesis

Hipotesis dirumuskan  berdasarkan teori dari kerangka pikir adalah hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model Problem Based Learning lebih tinggi dari rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model konvensional.



MODEL PENELITIAN





1.      Variabel Penelitian


Model Problem Based Learning merupakan variabel yang mempengaruhi atau variabel bebas dan kemudian disebut variabel X, sedangkan hasil belajar matematika siswa merupakan variabel yang dipengaruhi atau variabel bebas dan kemudian disebut variabel Y.

Agar setiap variabel dapat diukur dan diamati, maka perlu didefenisikan sebagai berikut: (a) Model PBL yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berfikir kritis dan keterampilan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran. (b) Hasil belajar merupakan suatu yang diperoleh, dikuasai, atau dimiliki oleh siswa setelah proses belajar mengajar berlangsung yang dapat ditunjukkan dengan nilai-nilai yang diperoleh siswa setelah mengikuti tes.

[[
2.      Populasi dan Sampel



Populasi dalam penelitian ini siswa kelas X semester genap SMA Adiguna Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2008/2009 yang terdiri dari 5 kelas dengan jumlah siswa 231 orang. Sedangkan sampel menggunakan dua kelas, yaitu kelas eksperimen (X.2) dan kelas kontrol (X.3). Pengambilan kedua kelas diambil  secara acak dengan teknik “cluster random sampling”.


3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data hasil belajar siswa selama mengikuti kegiatan belajar mengajar digunakan tes. Tes berupa tes uraian dengan 10 item yang sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Dari hasil perhitungan uji validitas dan reliabilitas tes yang terdiri dari 10 item terebut diujicobakan kepada 20 siswa di luar responden dengan hasil untuk item nomor 1 sampai nomor 10  berturut-turut didapat nilai adalah 0.597, 0.681, 0.601, 0.597, 0.597, 0.944, 0.639, 0.672, 0.588, 0.860, 0.718  dan hasil  berturut-turut adalah 3.158, 3.945, 3.194, 3.157, 12.139, 3.391, 3.851, 3.264, 7.155, 4.378 sedangkan  didapat 2.10 . Dari seluruh item tes dinyatakan valid karena  > .  Sedangkan dari perhitungan uji reliabilitas alat ukur diperoleh. Dengan demikian jika r11 dikonsultasikan pada koefisien korelasi, alat ukur tersebut memiliki reliabilitas sangat tinggi karena terletak pada interval 0.800 – 1.00.



HASIL DAN PEMBAHAAN

Distribusi hasil belajar tersebar dari  dua kelompok responden. Kelompok responden yang menggunakan model PBL dalam hal ini disebut kelas eksperimen  yang berjumlah 43 responden dengan hasil terrendah 45, tertinggi 83 dengan rata-rata hitung hitung 68.74, median 68.25, modus 66.17 dan simpangan baku 7.55 sedangkan pada kelas kontrol dalam hal ini yang mengunakan model konvensional berjumlah 45 siswa dengan hasil terrendah   48, tertinggi 79 dengan rata-rata 61.90, median 62.23, modus 63.50, dan simpangan baku 9.35.

Sebelum diadakan pengujian hipotesis terlebih diadakan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan uji homogenitas untuk data pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol.  Untuk melakukan pengujian kenormalan digunakan rumus statistik , dengan hasil perhitungan pada data kelas eksperimen  diperoleh = 2.976, sedangkan pada kelas kontrol diperoleh . Untuk  = 0.01 dilihat pada tabel didapat  . Ini menunjukkan kedua data berdistribusi normal karena 2 2 (0.99)(2)  

Untuk uji homogenitas digunakan rumus:
Varians terbesar adalah yang hasil belajar yang mengunakan model konvensional didapat, sedangkan Varians terkecil adalah hasil belajar yang menggunakan model PBL didapat . Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh. Untuk  diperoleh F(.0,05) (42.44) = 1.66 dan untuk  diperoleh  F (.0,01) (42.44) = 2.06. Dari hasil perhitungan tersebut ternyata Fhit < Fdaf  ini berarti kedua data mempunyai varians yang sama atau kedua data homogen..

Untuk menguji hipotesis rumus statistik yang digunakan untuk pengujian hipotesis adalah :
t  =   dimana:
Pada kelas eksperimen didapat:. Pada kelas kontrol , sedangkan untuk simpangan baku gabungan (s) didapat  8.52,   sehingga diperoleh harga t = 3.76.


Untuk melihat kesamaan dua rata-rata hasil belajar matematika siswa antara yang menerapkan model PBL dengan menggunakan model konvensional yang digunakan kriteria pengujian adalah terima Ho   jika –t(1-1/2)< t <t(1- ½ ), dengan dk = n1+n2–1. Pada taraf signifikan 5% dengan dk = 86 didapat t(0,975) = 1.99.
Oleh karena nilai t hitung sama dengan 3.76 dan nilai t tabel sama dengan 1.99, berarti kriteria uji  terima Ho tidak terpenuhi sehingga Ho ditolak dan terima Ha. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan rata-rata perestasi belajar matematika antara siswa yang diajarkan mengunakan  model PBL dengan menggunakan model konvenional.
Pada awal bagian ini telah dikemukakan bahawa  rata-rata hitung skor hasil  belajar kelompok eksperimen adalah 68.74, sedangkan pada klompok kontrol skor rata-rata hail belajarnya adalah 61,90. Dengan demikian bahwa rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan model PBL lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata hasil belajar matematika siswa yang mengguanakan model konvensional. Model PBL memiliki karakteristik yang khas yaitu menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks belajar bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep esensial dari materi pelajaran ensional.


KESIMPULAN



Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran PBL dibandingkan dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2.      Rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan model PBL lebih tinggi dibandingkan siswa yang diajar menggunakan model konvensional.

SARAN

1.        Model PBL dapat dijadikan suatu alternatif pembelajaran yang perlu dipertimbangkan untuk digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran matematika, karena model PPL dapat melibatkan siswa secara aktif belajar dan dapat menimbulkan motivasi belajar
2.        Kegiatan pembelajaran dengan model PBL hendaknya perlu ditunjang dengan media pembelajaran yang memadai agar siswa dapat memahami dengan mudah dalam suasana menyenangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M.  2003.  Pendidikan Bagi Anak kesulitan Belajar.  Jakarta:            PT.  Rineka Cipta

Arikunto, Suharsimi. 2007. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta:  Bumi Aksara.

Hudoyo, Herman. (1979). Pengembangan Kurikulum Matematika Dan Pelaksanaannya Di Depan Kelas. Surabaya : Usaha Nasional

Hudoyo, Herman. (1988). Mengajar Belajar Matematika. Jakarta : Departemen Pendidikan dan KebudayaanMudjiono dan Dimyati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta. PT. Rineka Cipta

Polya, George. (1957). How to Solve It. [Online]. Tersedia:

Slavin, Robert E. (1994). Educational Psychology: Theory Into Practice. Fourth Edition. Massachusetts: Allyn and Bacon Publishers.

Sudjana. 2002. Model Statistika. Bandung: Tarsito.
Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Suparno, Paul. (1997). Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.



Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta : Bina Aksara.

Nurhadi, dkk 2004. Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar